Di malam Natal, Paulus menginap di rumah Om Ferdinand. Setelah ibadah keluarga ia tidur di ruang keluarga, depan pesawat televisi. Ia bangun sebelum pukul 06.00 WITA (Waktu Indonesia bagian Tengah) dan segera ke tempat kosnya. Tante Yolanda sempat kecewa sebab Paulus tidak membawa busana untuk ke gereja; tapi ia tetap mengingatkan agar mereka nanti bertemu di gereja tempat Om Ferdinand dan Tante Yolanda terdaftar sebagai jemaat.
Natal pun tiba. Imelda bersama ibu dan Marce ke gereja. Toko tempat Akbar bekerja tutup hari itu. Akbar menjaga rumah.
Gereja hari itu penuh, lebih ramai, tak seperti hari biasa. Beberapa bangku dan kursi diletakkan di halaman gereja, bernaung tenda. Sebagian ruas jalan raya depan gereja menjadi tempat parkir kendaraan para jemaat. Beberapa orang petugas kepolisian membantu kenyamanan ibadah sekaligus mengatur arus lalu lintas.
Imelda duduk bersama Ibu dan Marce di bangku bagian tengah lantai utama. Imelda melihat Om Ferdinand, Tante Yolanda dan Devi melintas. Ia tak melihat Paulus, tapi tak berusaha juga mencarinya. Om Ferdinand duduk di bagian depan, samping mimbar, dekat dengan sebuah electone. Sedang Tante Yolanda bersama Devi duduk di bagian depan; sederet vertikal dengan bangku yang diduduki Imelda.
Ibadah berlangsung khidmat. Para jemaat saling salam-salaman saat ibadah selesai seraya mengucapkan "Selamat Hari Natal". Di halaman gereja, Imelda, Ibunya dan Marce bersua Tante Yolanda dan Devi. Tante Yolanda mengajak berkunjung ke rumahnya. "Iya, Tante. Tante ke rumah jugalah," kata Imelda, yang langsung menerima salam dari jemaat lainnya.
Imelda, Marce dan Ibunya segera pamit ke Tante Imelda dan jemaat lainnya. Katanya, mereka akan segera terima tamu.
Sepuluh menit setelah Imelda, Ibu dan Marce tiba di rumah, para tamu sudah mulai berdatangan. Hampir seharian mereka sibuk melayani tamu. Akbar pun ikut membantu mencuci piring, sendok dan bermacam peralatan makanan dan dapur. Tamu-tamu itu mulai dari tetangga, teman kantor Bu Selfina, teman sekolah Marce dan teman sekolah pun teman kuliah Imelda, termasuk Zainab. Beberapa orang tamu ikut mendokumentasikan momen itu dengan berfoto bersama tuan rumah di samping pohon terang.
Imelda, Ibu dan Marce juga sibuk menerima telepon dari keluarga di luar Ujung Pandang. Termasuk dari orang tua Akbar yang tinggal di Sinjai.
Lewat jam sebelas malam barulah Ibu Imelda, lebih dulu menirahkan diri di kasur dalam kamar tidurnya. Marce, Imelda dan Akbar masih beres-beres di dapur dan ruang tamu. Enam menit sebelum jam dua belas, Akbar melangkah ke pagar, mengunci pagar dengan gembok.
Besoknya, saat hari masih terang-terang tanah, empat orang penghuni rumah berangkat ke wilayah kelurahan Antang. Saat baru memarkir kendaraan, mobil escudo Imelda didekati dua orang anak yang membawa macam bunga untuk ditabur di kuburan. Imelda membeli dua kantong plastik. Akbar menenteng sebilah parang dan tangan satunya memegang sebotol air. Marce pun memegang sebotol air dan tangan satunya memegang tiga carik kain lap.
Mereka melangkah melewati beberapa batu nisan hingga tiba di sebuah pusara bertembok dan dikelilingi pagar besi. Beberapa buah ubin dibentuk menyerupai salib menjadi bagian dari kuburan itu. Imelda merogoh kantung celananya untuk mengambil beberapa anak kunci. Ia membuka gembok pagar, dan mereka semua masuk dan mulai mencabut rumput yang sudah menutup sebagian ubin di bagian atas kuburan itu, dan tumbuhan lainnya yang mulai tibggi menjalar, seolah akan merubung pusara itu. Akbar memotong rumput-rumput dan tanaman-tanaman liar itu dengan parang yang dibawanya. Mereka membersihkan kuburan; menyiram dan mengepel. Lalu menabur bunga. Mereka berdoa sesuai agama dan keyakinan masing-masing, sebelum beranjak dari kubur. Imelda, Ibu dan Marce menangis tersedu-sedu. Akbar ikut terharu meski tak mengeluarkan air mata. Mereka melangkah pulang tanpa ada yang mengeluarkan sepatah kata pun hingga mereka kembali tiba di tempat mobil terparkir.
"Tante, besok saya mau ma'siara ke rumah bosku. Bisa to?" Akbar membuka pembicaraan saat Imelda baru saja menyalakan mesin mobil. Ibu Imelda memilih duduk bersama Akbar di bagian tengah.
"Bisa iya. Kenapa bukan sekarang?" tanggap Ibu Imelda.
"Anu Tante .... Janjian sama teman. Soalnya bosku sendiri juga bilang mau ke keluarganya dulu saat Natal. Terus, paling hari ini banyak tamunya. Teman bisnislah."