Hari itu, Aris sedang berada di sebuah kafe kecil di sudut kota. Kafe itu bukan tempat yang biasa ia kunjungi. Bagus, teman lamanya, yang mengajaknya ke sana. Mereka berdua sudah lama tak bertemu, jadi undangan Bagus untuk sekadar ngopi sore itu adalah hal yang menyenangkan bagi Aris. Baginya, pertemuan ini semacam pelarian singkat dari rutinitas hariannya yang monoton.
Aris datang sedikit lebih awal. Ia memilih tempat duduk dekat jendela, menghadap ke jalan. Di luar, orang-orang berlalu-lalang dengan kehidupan mereka masing-masing, namun di dalam kafe, suasana terasa lebih tenang, hampir damai. Aris menikmati momen itu, mencium aroma kopi yang menguar dan melihat-lihat interior kafe yang sederhana tapi nyaman.
Ketika Bagus akhirnya datang, ia tidak sendirian. Di sampingnya, berdiri seorang wanita yang wajahnya terlihat asing bagi Aris. Wanita itu memiliki senyum yang tulus, dan tatapannya hangat, seolah-olah dia benar-benar hadir di sana tanpa sedikit pun teralihkan.
“Aris, kenalin, ini Mutia,” kata Bagus sambil tersenyum lebar. “Mut, ini Aris, teman lama gue sejak SMA.”