Mobil mini bus milik Aryo mulai melaju kencang membelah jalanan menuju kampus tercinta. Tidak ada yang membuka obrolan, mereka sama-sama terdiam tenggelam dalam pikiran masing-masing.
Kali pertama ini bagi mereka merasakan langsung hal diluar nalar seperti ini. Walaupun mereka sama-sama satu kelompok pecinta alam, dan sering menjumpai hal mistis saat mereka mendaki. Tetapi kejadian ini benar-benar meninggalkan kesan yang berbeda.
Tak lama kemudian, mobil Aryo memasuki kawasan kampus yang cukup luas, lalu memarkirkannya di pelataran fakultas tempatnya menimba ilmu, fakultas hukum. Dari dalam mobil Aryo sudah melihat sosok wanita yang dicintainya, tengah berdiri tidak jauh dari parkiran.
“Lo jangan bicarakan masalah ini ke siapapun, terutama ke Laras. Karena dia nggak bakalan percaya tentang apa yang kita lihat.” Sebelum turun dari mobil, Aryo sudah mewanti-wanti Marco untuk menjaga rahasia ini, Marco pun mengiyakan.
Laras menghampiri Aryo dengan raut wajah sumringah. Aryo menyambutnya dengan pelukan dan kecupan kecil di pipi kanan dan di pipi kiri gadis itu.
“Hay, sayang! Sudah lama nunggunya?” tanya Aryo seraya melepas pelukannya.
“Yah, lumayan. Jadi kan nanti nemenin aku perform?”
Laras menggandeng lengan Aryo, mengingatkannya kembali janjinya tempo hari untuk menemaninya perform di sebuah mal.
Laras salah satu mahasiswa di kampus bergengsi ini, hanya saja dia dari fakultas seni rupa. Sore ini Laras akan melakukan debut perdananya di industri musik dan akan tampil di salah satu mal di kawasan Jakarta Timur.
“Hey! Kalian sengaja ya memamerkan kemesraan kalian di hadapan gue? Sengaja bikin gue iri gitu? Inget masih ada makhluk jomblo akut di sini!” cibir Marco yang berada di belakang mereka yang muak dengan keromantisan pasangan ini.
Aryo terkekeh kecil melihat bibir Marco yang tebal itu mulai dimanyunkan.
“Sorry, Bro! Makanya cepetan punya pacar biar ada yang digandeng,” ledek Laras.
“Efek kelamaan sama Aryo sikap lo jadi ikut-ikutan nyebelin!”
“Sabar Marco. Sayang? Aku masuk duluan ya, ada kelas soalnya. Setelah kelar aku hubungi kamu lagi,” ucap Aryo saat melirik jam di pergelangan tangannya, tidak lama lagi kelasnya akan segera dimulai.
“Okey! Kabarin aja kalau sudah kelar.”
Aryo tersenyum dan berjalan meninggalkan Laras yang masih memandangi kekasihnya yang berlari kecil bersama Marco menuju kelas.
Tanpa mereka sadari, dari sudut yang tak terlihat, ada sosok yang mengamati Aryo dari kejauhan, menatapnya denngan tatapan dingin.
***
Suasana kota metropolitan sungguh mencekam. Kepulan asap hitam membumbung tinggi dari mobil yang sengaja dibakar oleh para demonstran. Beberapa jalur jalan diblokade dengan pagar kawat berduri. Serpihan kaca dan batu berserakan dimana-mana. Aparat bersenjata lengkap berjaga di setiap objek vital.
Kerusuhan terjadi dimana-mana banyak toko dan gedung perkantoran rusak parah karena amukan massa. Ibu Kota semakin tidak kondusif. Penjarahan dan demonstrasi meminta presiden kala itu semakin tidak terkendali.
Ekonomi Indonesia mulai goyang pada awal tahun 1998. Utang luar negeri mulai membengkak sehingga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan turun drastis. Banyak para warga yang terhasut oleh oknum yang tidak bertanggung jawab untuk menjarah beberapa toko dan pasar swalayan. Salah satunya adalah Yogya Departemen Store atau yang sekarang sering disebut City Plaza Klender.
Tragedi terbakarnya Mal klender merupakan bagian dari kerusuhan Mei 1998 yang menewaskan sekitar lebih dari 400 korban jiwa.