"Ras? Lo di sana perform duluan? Terus manajer lo udah di sana juga?" tanya Marco saat melihat Laras sedang memegang ponselnya, berselancar di media sosialnya.
"Gue tampil setelah bintang tamu artis Korea itu tampil lebih dulu, tadi Sandra juga sudah ngabarin gue. Hampir tadi gue batalin pas denger Aryo pingsan. Tapi, kamu beneran nggak apa-apa kan, sayang? Kepalamu masih pusing?” tanya laras yang begitu khawatir dengan kondisi kekasihnya.
"Lo kalo nanya yang bener dong! Masa kena lemparan bola basket kayak gitu nggak kenapa-kenapa? Pasti sakit banget tuh kepala," sahut Marco dari kursi belakang.
Aryo tersenyum seraya menjawab, "Tenang, gue baik-baik aja kok. Lagian pusingnya juga udah hilang, jadi kalian nggak usah khawatir, lebih baik kamu fokus sama penampilan kamu saja. Siapa tahu ada produser yang berbaik hati ngajak kamu ke dapur rekaman. Bisa jadi kan?” kata Aryo sambil menyetir.
“Amin, Makasih ya sayang sudah mendukung karirku,” ucap Laras tersenyum sumringah membelai pipi Aryo penuh kasih sayang.
"Ehem!" Marco berdehem menegur, tidak suka dengan perlakuan Laras kepada Aryo tepat di hadapannya, Sangat menyebalkan menurutnya.
***
Mobil minibus berwarna hitam itu melaju dalam kecepatan sedang. Walaupun mereka hampir terlambat, Aryo tidak pernah mau mengebut. Aryo selalu menyetir dengan gaya elegan. Teman-temannya juga selalu bilang, saat mobil melintasi polisi tidur rasanya seperti melewati jalanan mulus jika Aryo yang menyetir.
Sekitar tiga puluh menit kemudian mobil mereka telah tiba di Mall Ciputra Plaza Klender. Aryo menurunkan laras di lobby mall tersebut, di sana Sandra sudah menunggu sedari tadi. "Nanti aku menyusul, aku parkirin mobil ini dulu!" seru Aryo dari dalam mobil, Laras mengangguk lalu bergegas masuk ke dalam Mall.
Mobil Aryo melaju pelan mencari tempat parkir. Saat ia baru saja memasuki area parkir, tengkuk Aryo bergidik merinding, seolah ada angin yang berhembus membelai tengkuknya.
“Aryo..."
Aryo yang sedang menyetir langsung melotot dan langsung menoleh ke kanan dan ke kiri mencari asal suara yang memanggilnya. Sedangkan pandangan Marco menyebar mencari parkiran kosong yang sekiranya bisa mereka tempati. Aryo tak menghiraukan suara aneh itu, dia terus berputar di lantai parkir P1, tetapi semua sudah penuh terisi. Beberapa mobil di belakangnya juga sama seperti mereka, berputar-putar mencari parkiran kosong.
"Sudah, kita naik ke P2 saja! Kali aja ada yang kosong di sana," pinta Marco yang bosan terus berputar di P1 sebanyak lima kali tanpa mendapat tempat parkir.
"Iya, iya," Aryo langsung menginjak pedal gas membawa mobilnya menuju parkiran P2. Tetapi, Aryo merasa ada yang aneh, karena mobil yang berada tepat di belakangnya tiba-tiba sudah tidak ada. Apakah mobil itu sudah mendapat tempat kosong? Ah, menyebalkan.
Mata Aryo kembali fokus mencari tempat kosong untuk mobil kesayangannya ini. Namun, mereka juga tidak menemukannya, semua tempat penuh terisi. Heran, hari ini bukanlah hari Weekend, tapi tempat parkir penuh begini. Apa karena kehadiran artis asal negeri ginseng itu yang membuat mall ini penuh pengunjung?
Aryo lalu kembali mengarahkan mobilnya ke lantai atas menuju parkiran P3 lalu ke P4. Tetapi lagi-lagi sama saja, semua sudah penuh terisi.
Marco berdecak sebal karena sedari tadi tidak menemukan satupun tempat kosong. Bahkan ia juga tidak melihat ada pengunjung yang keluar dari mall ini. Aryo berhenti sejenak, ia mulai merasa kelelahan setelah berputar-putar di setiap lantai tempat parkir mall ini.
"Mall elit tempat parkir sulit," cibir Marco yang terus mengeluh saja, membuat telinga Aryo terasa berdengung mendengarnya. Sementara Laras tidak lama lagi akan perform.
"Sudah jangan ngomong gitu! Kita coba cari lagi, pasti ada kok tempat kosong," Aryo mencoba untuk menenangkan Marco yang sudah terlihat jenuh.
Tiba-tiba mereka dikejutkan dengan hantaman benda keras tepat di bagian belakang mobilnya, hingga membuat mobil mereka sedikit terguncang. Sontak mereka kaget dan langsung menoleh ke belakang. Aryo memberikan kode kepada Marco untuk keluar dan mengecek bagian belakang mobil. Marco menurut dan langsung keluar dari mobil, lalu mengecek seluruh body mobil. Namun, Marco tidak menemukan bekas atau lecet dari hantaman benda keras tadi.
“Gimana? Mobil gue ada yang penyok?" tanya Aryo ketika Marco baru saja masuk ke dalam mobil.
Marco menggeleng pelan, “Nggak ada apa-apa, aneh! Padahal tadi keras banget loh benturannya.”
Mereka terdiam bersama dalam kebingungan. Aryo sendiri tidak tahu apa yang terjadi pada mobilnya, apakah ini nyata atau halusinasi untuk sekelas Aryo yang memang tidak percaya dengan hal mistis.
"Gue yakin itu pasti ulah hantu, Yo!" ucap Marco ketakutan.
"Hantu apaan siang-siang bolong gini? Lagi pula orang yang sudah mati itu sudah beda alam sama kita." Aryo berusaha menampik apa yang dikatakan Marco tentang hantu.
Marco mengerutkan dahi, sahabatnya itu memang tidak percaya dengan makhluk halus dan sejenisnya. Tiba-tiba bola matanya melebar, Marco baru mengingat sesuatu.
"Ya Tuhan! Gue baru ingat! Mall ini kan pusat perbelanjaan yang dulu hangus terbakar saat tragedi di tahun 1998. Seperti materi kuliah yang Pak Heri jelaskan tadi. Jangan-jangan hantu itu ngerjain kita lagi! Duh! Permisi, kami numpang lewat!”