"Aryo! Aryo! Ku mohon sadarlah!" Laras mengguncang tubuh Aryo yang tinggi besar, berharap sang kekasih tersadar sari pingsannya.
"Laras, tenang! Aryo hanya pingsan saja!” Marco merengkuh tubuh Laras yang menangis terisak melihat Aryo terbaring lemah tak berdaya di ranjang rumah sakit.
Tak lama kemudian orang tua Aryo, Handoko dan Lestari tiba di rumah sakit, disusul kemudian sang adik yang baru pulang sekolah dan langsung bergegas menuju rumah sakit setelah mendapat telepon dari Handoko dan Lestari.
Mereka terlihat berjalan tergopoh-gopoh menghampir Laras yang sedang ditenangkan oleh Marco. Lestari begitu panik dan terkejut mendengar cerita dari Laras dan langsung memeluk gadis calon menantunya itu. Pasalnya, baru kali ini Aryo tumbang dan masuk rumah sakit, biasanya jika sakit hanya berobat biasa dan sembuh setelah minum obat. Keluarga Aryo belum mengetahui pingsannya ia disebabkan oleh makhluk tak kasat mata.
“Marco? Bisa kamu ceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada Aryo? Kenapa Aryo bisa masuk rumah sakit?" tanya Handoko cemas kepada Marco yang merupakan sahabat karib putra sulungnya itu.
“Iya, ceritakan saja apa yang sebenarnya terjadi?" timpal Lestari pula.
Marco mendesah panjang lalu memandang laras seolah meminta persetujuannya untuk menceritakan yang sebenarnya yang terjadi. Laras mengangguk pelan mengangguk pelan menyetujui.
Marco menatap Handoko kasihan, pria bersetelan jas itu sudah ia anggap sebagai Ayahnya sendiri. Ia bingung bagaimana menjelaskan hal tak masuk akal ini kepada mereka? Apa mereka akan percaya setelah mendengarnya? Lantas, lelaki berwajah bule itu menarik napas dan membuangnya pelan, berusaha memilih kata yang pas untuk menjelaskan.
"Tadi Aryo kami temukan pingsan di toilet mall.”
“Apa? Pingsan? Di toilet mall? Kok bisa?" Lestari terkejut.
"Kami juga tidak tahu yang sebenarnya terjadi. Aryo bilangnya mau cuci muka sebentar, tetapi kok lama bange. Karena penasaran akhirnya saya nyusul, dan tidak sengaja menemukan Aryo Pingsan. Kondisi toilet juga waktu itu sepi banget." Handoko menopang dagu dengan kedua tangannya, ia begitu mencemaskan keadaan putra sulungnya. Marco dan Laras berusaha menenangkan Lestari yang terus menangis.
"Tante tenang ya! Semoga tidak terjadi apa-apa sama Aryo. Ucap Laras seraya menenangkan Lestari dengan mengelus bahu wanita itu.
"Ya Tuhan, bagaimana keadaan anak itu," lirihnya.
Tak lama kemudian, seorang dokter dan suster keluar dari ruang perawatan dan langsung menghampiri Handoko dan yang lainnya, penasaran dengan kondisi Aryo.
"Dokter? Bagaimana kondisi anak saya, dok?” tanya Handoko tanpa basa basi.
“Jadi Bapak adalah Ayah dari pasien?" tanya dokter. Handoko mengangguk cepat.
Dokter itu menarik napas dan membuangnya pelan, lalu tersenyum memandangi Handoko yang cemas menanti jawaban dari dokter itu.
"Kondisi pasien saat ini baik-baik saja. Pasien hanya mengalami kelelahan saja efek kepalanya yang terbentur. Saya sarankan pasien untuk beristirahat selama tiga hari di rumah sakit ini sampai kondisinya benar-benar pulih," jelas dokter tersebut.
Handoko dan yang lain mengelus dada, merasa tenang dan lega mendengar penjelasan dari dokter.
"Apa kami bisa menemui anak kami?" pinta Lestari. Dokter itu pun mengangguk mengijinkan.
Handoko, Lestari, dan Arini bergegas masuk ke dalam ruang perawatan untuk melihat kondisi Aryo. Begitu juga dengan Laras yang hendak menyusul mereka. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat Marco yang sedang duduk dengan wajah yang terlihat tertekuk dengan tatapan kosong. Tak ikut dengannya masuk ke dalam ruangan. Laras curiga ada yang Marco sembunyikan darinya.
Akhirnya Laras membatalkan niatnya untuk masuk ke dalam ruang perawatan. Perlahan ia berjalan lalu duduk di samping saudara sepupunya itu.
“Jujur sama gue, Marco! Gue tahu, ada yang lo sembunyiin dari gue tentang Aryo."
Marco sedikit terhentak, dia sudah tahu, cepat atau lambat gadis itu pasti akan tahu yang sebenarnya. Masalahnya adalah, apakah Laras akan percaya dengan apa yang dikatakannya?
"Nggak ada apa-apa, Ras," kilah Marco berusaha menutupi kebohongannya.
"Jangan berkilah kayak gitu! Kalian sahabatan udah lama, lo pasti tahu apa yang sebenarnya terjadi, dan gue juga harus tahu, gue ini calon istrinya Aryo. Kalo lo nggak mau jujur, gue bakal aduin ini ke Om Handoko. Biar mereka tahu kalau lo ada di balik semua ini," ancam Laras yang terus mendesak Marco untuk berkata yang sejujurnya.
Marco menggaruk kepalanya kasar, ia tidak bisa beralasan lagi. Laras memang berhak tahu apa yang sebenarnya yang terjadi pada Aryo.
"Oke, gue bakal ceritain sejujurnya apa yang sebenarnya Aryo alami. Tetapi, gue minta lo jangan dulu bilang ke Om Handoko atau ke Tante Lestari gimana?" Laras mengangguk mantab menyetujui permintaan Marco.
Akhirnya Marco mulai menceritakan semua yang terjadi. Mulai dari kejadian mereka yang hampir kecelakaan, Aryo yang pingsan akibat terkena lemparan bola basket, sampai kejadian aneh yang tidak masuk akal di parkiran.