“Oh… Meener ngikutin saya karena tahu saya bakal masak sayur lodeh ya?”
Kepanikkan tercipta begitu sosok Hantu Belanda yang tak lain dan bukan adalah Jan ketika mendapati respon yang begitu ramah dari penghuni rumah yang sudah lama kosong, tempatnya tinggal selama dua dekade kebelakang.
Selama Jan menempati sudut ruangan yang sekarang menjadi kamar tidur Arsa, dia sama sekali tidak pernah mendapati perlakuan ramah dari manusia. Biasanya para manusia mengacuhkannya atau tak jarang hendak memaksanya ikut untuk menjadikannya budak dan dipelihara oleh dukun jahat.
“Kamu… bisa dengar saya bicara?” tanya Jan ragu.
“Bisa, saya bisa dengar suara Meener,” sahut Arsa santai, dia juga tersenyum tipis atas pertanyaan sosok Hantu Belanda itu.
Seketika itu, Jan menunjukkan perubahan raut wajahnya. Dahinya berkerut dengan kedua mata yang menyipit, memperhatikan Arsa kesal.
“Kenapa kamu terlihat marah?” tanya Arsa seraya membawa langkahnya mendekat pada Jan.
“Is deze vrouw gek? Waarom is hij niet bang voor mij?” “Apakah wanita ini gila? Kenapa dia tidak takut padaku?"
“Ik ben niet gek, ik heb gewoon voordelen die gewone mensen niet hebben.” (Aku nggak gila, aku cuma punya kelebihan yang nggak dimiliki orang biasa).
Semakin dibuat kesal atas kalimat yang ditimpali oleh Arsa barusan, Jan dibuatnya berdecak. Badmood sendiri karena direspon baik oleh Arsa.
“Saya sedikit mengerti bahasa Belanda, Meener. Aangenaam.” (Senang berjumpa dengan Anda).
“Stop met praten tegen mij!” (Berhenti berbicara padaku!).