“Makan siang apa kita hari ini, Kong?”
Pertanyaan yang keluar begitu saja dari mulut Kaivan sesaat dirinya menghampiri sang kakek yang tengah berkutat di dapur rumahnya.
“Bukannya kamu pesan makanan?” Akong balik bertanya.
“Nggak, Kong. Punya tetangga depan, dia salah input alamat.”
“Oh tak kirain kamu sudah pesan makan untuk makan siang.”
Kaivan menggeleng. Dia memang belum sempat pesan makanan untuk siang ini atau jalan kaki ke ujung komplek perumahannya itu untuk seporsi nasi bungkus beserta dengan es jeruk nipis yang segar.
“Kai bingung mau makan apa? Akong masak apa itu?”
“Akong lagi bikin mi rebus, mumpung Amah lagi pergi arisan.”
“Waduh… pelanggaran dong ini?” ledek Kaivan sembari menyipitkan matanya yang memang sudah sipit itu.
“Ssst… kamu mau mi rebus atau Akong pesankan makanan ke Bu Budiarti?”
Terlihat menimbang-nimbang karena jujur mulai merasa bosan dengan tipikal masakan Bu Budiarti, si pemilik warung nasi sederhana langganannya Kaivan.
“Amah nggak masak Kong?”
Akong cuma geleng kepala.
Lagian mau masak juga kalau hari-hari lebih sering sibuk dengan kegiatan masing-masing ‘kan jadi percuma juga. Ujung-ujungnya tidak kemakan, keburu basi. Jadi mubadzir ‘kan.
“Bu Budi jualannya masih ramesan, soto sama rawon ya Kong?” tanya Kaivan.
Terdengar derit kursi yang bergeser setelahnya. Tubuh jangkungnya kemudian terduduk.
“Kong ndak tahu, Kai. ‘Kan yang lebih sering makan kamu,” kata Akong bersamaan dengan pergerakannya membawa mangkuk mi rebus yang asapnya mengepuk di udara.
Tahu jika cucu satu-satunya ini tidak seberapa suka makan mi instant, maka Akong tadi tidak berinisiatif untuk memasaknya sekalian.