Pesan Dari Ibu

Rizki Pratama Ningrum
Chapter #18

BAB 17

“Hai, Cah Ayu. Ini aku, tadi aku ikut masuk sama adik kamu.”

Kedua mata Arsa melotot begitu mendapati keberadaan Meilissa si soso Hantu Berkebaya Putih yang ditemuinya tempo hari di halaman rumahnya, sudah berdiri di depan pintu kamarnya.

Dirinya yang baru saja selesai mandi dan berniat langsung masuk ke kamar untuk tidur tanpa makan malam tadi jadi merasakan perasaan yang kurang mengenakkan saat berpapasan dengan Meilissa di rumahnya malam itu.

“Ibu Nonik? Ibu Nonik ngapain disini?” gumam Arsa dengan rasa tak percayanya.

Kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan, memastikan keberadaan Djiwa tak terlihat disekelilingnya.

“Namaku Meilissa, tapi kamu ndak apa-apa mau memanggilku Ibu Nonik. Lucu kedengarannya.”

Girang wajah perempuan oriental itu atas apa yang Arsa ucapkan tadi. Berbeda dengan Arsa yang justru gugup dan merasa agak cemas atas kehadiran Meilissa disana, yang tiba-tiba saja dan tanpa adanya Jan di sekitarnya.

“Ibu Nonik tersasar kah?”

Maka hanya itu yang terlintas di pikiran Arsa atas kehadiran Meilissa disana.

“Ndak, Cah Ayu. Aku kesini memang untuk menemui kamu.”

“Menemuiku? Untuk apa?”

“Aku hendak meminta bantuanmu, Cah Ayu.”

“Bantuan apa Ibu Nonik?”

“Bantu aku menyampaikan beberapa pesan pada Kaivan.”

Dahi Arsa lantas mengernyit, otaknya berusaha keras untuk mencerna maksud dari sosok Hantu Berkebaya Putih itu.

“Aku hendak meminjam tubuh serta ragamu, Cah Ayu. Aku berjanji ndak akan membahayakanmu.”

Begitu kalimat penjelas itu terucap, Arsa merinding. Paham betul maksud dari Meilissa yang saat itu datang kepadanya dengan menunjukkan raut wajah sendu, tatapan nanar serta cara bicara penuh permohonan.

Tak ingin mengindakan permintaan tersebut, Arsa hanya menggelengkan kepalanya. Dirinya menolak untuk membantu.

“Tolong aku, Cah Ayu.”

“Maaf Bu Nonik. Tapi, saya nggak bisa membantumu.”

“Aku ndak akan membahayakanmu. Aku janji.”

“Bu Nonik, saya – “

“Ndak apa. Hanya sebentar saja.”

***

Gelisah di dalam tidurnya, Arsa merasakan sekujur tubuhnya mendadak dingin.

Nafasnya pun mulai tersengal-sengal. Dia pun terbangun untuk bisa segera menghirup banyak oksigen.

Hingga tak disangkanya saat kedua matanya benar-benar terbuka, Arsa justru menemukan dirinya kini berada di dalam ruangan putih yang tak bercelah. Belum pernah sekalipun rasanya Arsa melihat, bahkan merasakan atmosfer yang kosong dan dingin sekali.

Kedua matanya lantas beredar, mencoba menemukan titik dimana dirinya bisa membawa kedua kakinya yang terasa lemas bergerak kesana.

Hingga tak selang berapa waktu yang berlalu dalam hening yang melingkupi perasaan was-wasnya itu, Arsa mulai bisa mendengar suara riuh. Jaraknya begitu jauh.

Suaranya tidak jelas, Arsa tidak bisa menerjemahkannya. Suara itu sesaat terdengar bergemuruh. Berubah-ubah lagi menjadi seruan yang Arsa sendiri dibuat bingung karena tak mampu mencernanya.

Tidak ada tanda akan kehadiran seseorang. Tapi, suara-suara yang Arsa sendiri tidak tahu berasal dari mana dan siapa gerangan itu tetap terdengar.

Alhasil, Arsa yang mulai kebingungan itu hanya mampu diam dan kembali memejamkan matanya.

Lihat selengkapnya