"Tolong Mbak Win! Ini aku. Nissa!!!" teriak mbak Nissa membuat aku spontan melepaskan tanganku. Oh syukurlah ternyata mbak Nissa. Aku langsung terduduk lemas.
"Mbak Nissa kenapa nggak bilang-bilang sih kalau mau datang. Lagian ngapain ke sini tengah malam begini?" keluhku mengusap keringat di dahiku.
Mbak Nissa nyengir dan tersenyum menyebalkan.
"Aku baru saja pulang dari kuliah. Aku ambil kuliah malam. Kebetulan tempat kuliahku lebih dekat sini dari pada klinik pusat."
Ia kemudian bangkit. Ia meraih tas punggungnya yang terlihat lumayan berat oleh diktat kuliah.
Aku segera mengambil segelas air dan menghabiskan dalam sekali napas. Aku duduk menenangkan diri.
"Dan sekarang aku tak bisa melanjutkan tidur lagi," kataku menatap mbak Nissa jengkel.
"Kebetulan aku tadi di mobil udah dapat tidur. Gimana kalau aku temani Mbak Win? Hitung-hitung permintaan maaf karena udah ngagetin Mbak Win," seru mbak Nissa duduk di sampingku.
"Trus enaknya ngapain tengah malam begini yah?" kataku kurang bersemangat.
"Pumpung aku di sini, gimana kalau aku ajari program komputer untuk klinik ini. Mbak Win ,kan tahu kalau selama ini klinik ini belum menggunakan sistem komputerisasi. Semuanya manual. Mulai sekarang, dengan pegawai baru dan sistem pelaporang terkomputerisasi diharapkan klinik ini akan maju menjadi klinik yang menguntungkan," katanya sambil melangkah menuju ruangan depan. Aku pun mengikuti mbak Nisssa dari belakang.
"Jadi ini bagian dari kerja gitu?" kataku duduk di samping mbak Nissa yang mulai menyalakan komputer.
"Ya begitulah. Oh ya, progamnya masih dalam masa percobaan sebulan ini. Jadi, mungkin saja nanti ada masalah. Nah Mbak Win bisa menghubungi aku. Ini tugas utama aku," ucap mbak Nisssa tersenyum penuh kebanggaan.
Aku mengangguk jengah. Aku meraih alat tulis dan kertas pembungkus obat gerus. Mbak Nissa sekilas menatapku seakan tak percaya.
"Nanti aku akan memindahkanya ke buku catatanku, tenang saja," kataku buru-buru.
"OK. Aku sudah siap," seruku lagi.