Wajahnya kering dan agak membiru. Tubuhnya sedikit gosong. Aku takut, ia sudah tak bernyawa lagi. Ia sama sekali tak bergerak. Dr. Syantik tak bisa berbuat banyak. Ia memeriksa sebentar. Benar seperti dugaanku, orang itu sudah meninggal. Sungguh tragis. Dr. Syantik pun membuatkan surat kematian untuk dibawa. Aku hanya memandang kepergian pasien itu dengan hati miris. Wajah pasien itu masih membekas dipikiranku. Baru kali ini aku melihat orang mati karena tersengat litrik. Aku jadi ingat peristiwa terakhir saat aku tersengat listrik. Rasanya sangat menyakitkan.
Setelah kedatangan pasien itu moodku jadi turun. Tidak hanya aku, rupanya dr. Syantiik telah kehilangan semangat begitu rombongan pasien tadi pergi.
"Mbak gimana kalau kita pesan pizza?" usul dr. Syantik yang segera aku iyakan. Bahkan, acara TV tidak bisa mengalihkan suasana hati. Hawa kematian membawa aura negatif yang sangat kuat. Tak sampai setengah jam Pizza pun datang. Walaupun menurutku makanan pizza merupakan makanan mahal, dilihat dari gajiku, tetapi dalam kondisi seperti ini, aku tak perlu berpikir dua kali untuk membelinya. Kami pun menyantap pizza itu dengan lahap. Benar saja, semangat kembali hadir mengisi ruangan. Aku mencoba memutar lagu Sherina yang merupakan sountrack film Ayat-ayat cinta. Film yang lagi booming saat ini. Aku telah membaca bukunya. Sebuah karya Habiburahman Al shirazi.
"Siap menyambut pasien baru lagi!!" ucapku sambil membereskan sisa makanan di atas meja pendaftaran.
"Ya, aku salut sama mbak Win," seru dr. Syantik mengagetkan aku. Baru kali ini aku mendapat pujian.
"Ah yang benar Dok. Aku selalu takut, aku tak bisa bekerja dengan sebaik mungkin," kataku berusaha menutupi rasa senangku mendapat apresiasi.
"Mbak Win orang baru, tapi bisa mengatasi segalanya."
"Ah biasa saja Dok," kurasa hidungku sudah membesar berlipat kali. Untunglah ada pasien lagi, sehingga aku tak perlu mendengar pujian lagi.
"Semangat! Ini yang keberapa Mbak?" kata dr. Syantiik begitu kami lihat seorang pasien masuk.
Aku melihat nomer pasien yang datang hari ini.
"Yang ke 48 orang," seruku sambil nyengir.
Dr. Syantik pun masuk ke ruang periksa. Aku segera menyambut pasien dengan ramah dan mendata identitasnya. Setelah itu aku kemudian membuatkanya status. Menuliskan keluhannya dan segera mempersilakannya masuk ke ruang periksa. Kemudian aku akan memasukkan data pasien ke dalam komputer. Itulah tugas utamaku sebagai pegawai administrasi. Pizzaku sudah terbayar dengan insentif hampir 50 orang pasien hari ini. Rekor jumlah pasien terbanyak yang pernah aku layani.
Hari itu adalah salah satu hari terberat. Ada juga hari yang terberat yang lain yang pernah aku alami. Saat itu aku harus menggantikan tugas dari perawat. Tentu saja aku masih sangat awam. Dr. Syantiik sudah mengajari aku tugas-tugas ringan seorang perawat. Aku bisa mengukur tekanan darah menggunakana alat tensi darah, aku juga sudah bisa melakukan prosedur rawat luka. Aku juga telah melaksanakan proses sterilisasi peralatan.