Balada Admin Klinik

Dwiend
Chapter #14

Hilangnya Uang Klinik

Mbak Asih memandangku dari berbagai sudut. Aku jadi jengah. Bagaimana orang bisa nyaman memakai baju yang serba terbuka seperti ini? Apalagi pada malam hari. Apa mereka tak takut masuk angin?

"Win, ternyata boleh juga penampilanmu. Cantik. Sederhana, tapi memesona. Itulah gambaranmu Win," kata mbak Asih masih menatap penampilanku. Aku semakin risi. Aku segera melepas wig juga baju mini itu.

"Waduh aku tak pantas pakai pakaian yang beginian Mbak Asih. Bukan gayaku," kataku langsung melipat baju itu dan memberikannya pada mbak Asih.

"Kenapa Win? Kamu cantik lo pakai itu. Kapan-kapan ayo ke diskotek. Pakai baju itu. Sekali-kali bersenang-senang juga tak apa," kata mbak Asih dengan raut wajah kecewa dan menyimpan kembali baju itu.

"Ndak Mbak Asih. Takutnya salah tempat. Aku nggak pernah ke tempat begituan,"

"Dalam hidup apa salahnya semua dicoba, mumpung masih muda Win," ujar mbak Asih lagi sambil membereskan alat makeupnya yang berantakan.

Aku hanya tersenyum sambil menggeleng. Sebenarnya ada sih rasa penasaran dengan tempat-tempat seperti itu. Katanya di sanalah awal mula segala keburukan, kalau kita tidak bisa menahan godaannya. Aku sendiri tak menjamin untuk bisa tahan godaan. Godaan apa pun itu, entah minum, narkotika atau bergaul dengan orang yang salah. Nasihat nenek selalu aku pegang. Kalau kau tak tahu apa-apa jangan pernah mencobanya. Cara teraman adalah menghindar.

Dari kebiasaan mbak Asih itu, akhirnya aku sedikit tahu siapa sebenarnya mbak Asih. Mbak Asih sebenarnya adalah cewek diskotek yang doyan dugem. Aku tahu ke mana saja saat ia keluar sekarang. Ternyata ia keluar ke diskotek, tapi aku tak pernak melihat mbak Asih mabuk. Di tengah kebiasaan buruk mbak Asih yang tentu saja membuat aku miris, aku dibingungkan dengan keuangan klinik yang aneh akhir-akhir ini.

Tak sepetrti biasanya uang klinik tiap hari ada yag raib. Tak pernah banyak sih, tapi rutin beberapa hari ke belakang. Jumlahnya mungkin sedikit dan aku awalnya tak memikirkannya. Namun, seiring waktu uang itu akhirnya terakumulasi menjadi besar. Aku sekarang mulai resah. Ada yang salah dan tak beres di sini.

Aku mulai mengecek semua pemasukan tiap hari. Tak ada kekeliruan. Namun, saat aku mau tutup buku, jumlah uangnya selalu berkurang sedikit. Aku coba bertanya pada mbak Asih, apakah ia meminjam uang klinik atau pengembalian uang pasien ada yang keliru, ia bilang tak meminjam uang sama sekali dan seingatnya ia juga tak pernah melakukan kesalahan dalam pengembalian uang. Kalau begitu kemana uang klinik itu? Kian hari uang klinik tetap saja hilang sedikit demi sedikit. Aku tak mungkin,kan memeriksa uang tiap jamnya. Di klinik memang tak punya brankas atau tempat uang yang ada kuncinya. Inilah kelemahannya. Sebelumnya memang tak ada masalah kok. Dengan mbak Arin juga uang selalu sesuai dengan pembukuan dan kuitansi.

Untuk beberapa minggu aku masih bingung apa yang harus aku lakukan. Koreksi pembukuan sudah, lantas aku harus bagaimana? Langsung lapor sama mbak Nissa, takutnya malah aku yang disalahin lagi. Masak ngurus keuangan yang nggak sampai puluhan juta saja, sampai tidak beres. Aku juga takut, nanti aku yamg malah disuruh gantiin uang yang hilang itu. Jumlahnya kian hari kian banyak, mencapai satu juta lebih sekarang. Kalau aku harus ganti uang, apa yang harus aku pakai. Tabunganku sendiri masih sangat sedikit. Mau potong gaji? Gaji bulananku saja nggak sampai satu juta. Ya Allah mengapa ini sampai terjadi kepadaku. Sementara mbak Asih nggak mau tahu.

Mbak Asih malah ngajak aku setiap akhir pekan untuk keluar jalan-jalan ke mal. Tiap minggu pasti ada saja yang ia beli. Aku semakin curiga padanya. Dari mana ia dapat uang. Ia mengatakan kalau ia dapat uang dari orang tuanya. Orang tuanya adalah juragan pabrik krupuk. Sudah sepantasnya, kan anaknya juga dilimpahi dengan uang. Entah kenapa hatiku mengatakan kalau mbak Asihlah yang mengambil uang klinik. Aku harus memutuskan apa yang harus aku lakukan sebelum uang yang raib semakin besar.

Akhirnya aku memberanikan diri untuk ngomong pada dr. Syantik ketika mbak Asih tengah keluar klinik,

" Dok, mungkin nggak ya uang klinik bisa hilang gitu aja?" tanyaku memulai menceritakan masalahku.

"Maksud Mbak Win, uang klinik hilang begitu?" kata dr. Syantik langsung mengerti apa yang hendak aku katakan. Aku mengangguk pelan.

Lihat selengkapnya