Aku tiba di klinik sehabis Magrib. Berhubung aku tak pernah bisa tidur di dalam kendaraan, sesampainya di klinik aku merasa sangat lelah dan mengantuk. Setelah membersihkan diri aku segera menunaikan ibadah salat. Selesai salat aku berbaring bersiap untuk tidur. Pertama kali semenjak peristiwa mbak Asih, aku bisa tersenyum sebelum memejamkan mata. Canda tawa kami tadi siang membuat perasaanku tenang dan damai.
Pagi pun datang. Aku memulai hari dengan semangat baru. Aku tak akan berharap lagi pada yang namanya seseorang yang bergelar perawat akan bekerja di sini dalam jangka waktu lama. Jadi, sekarang aku akan menikmati saja semua aktivitasku seorang diri.
Hari ini aku akan mulai belajar memasak dengan sungguh-sungguh. Tak kupungkiri kehadiran mbak Asih meski tak sampai 2 bulan telah mengajariku sedikit berani untuk mengolah makanan tanpa khawatir hasilnya nanti tak enak. Dan aku rasa aku mulai bisa menikmati masakanku sekarang.
Setelah sarapan aku mulai bersiap untuk membuka klinik. Saat aku membuka klinik aku disuguhkan pemandangan yang begitu romantis. Dr. Syantik, dokter tetap klinik yang paling cantik sedang mencium tangan seorang pria yang telah mengantarkannya sampai di pelataran klinik. Wajah dr. Syantikk tampak berbinar saat masuk ke dalam klinik. Aku yang melihat dari kaca menyambutnya dengan senyum.
"Tumben Dok, nggak pakai mobil kayak biasanya?" sapaku yang tentu saja itu pertanyaan yang sangat sia-sia.
"Kalau ada yang mau antar jemput, buat apa nyetir sendiri Mbak Win." Dr. Syantik meletakkan tasnya di meja konter dan duduk di sampingku.
Aku nyengir kuda. "Yea beneran nih udah jadian?"
Pipi dr. Syantiik langsung bersemu merah. " Memang nggak boleh ya jatuh cinta. Ternyata begini ya rasanya."
"Memang ini yang pertama bagi Dokter?" tanyaku tak percaya. Kalau aku tak pernah pacaran ya maklumlah. Siapa aku dan juga gimana keadaanku. Namun, dr. Syantik adalah seorang dokter. Sejelek-jeleknya seorang dokter, bukannya ia tetap makhluk pintar yang akan banyak orang tertarik.
"Dulu sih pernah Mbak Win, sebatas naksir. Kali ini kayaknya jodoh," ucap dr. Syantik dengan tatapan dalam dan sangat serius.
Aku tak boleh menganggap remeh perasaan dr. Syantik. Aku jadi teringat akan mbak Arin dan mas Bowo. Tatapan dr. Syantiik dan pria tadi sama dengan mereka. Tatapan penuh perasaan dan cinta mendalam. Aku bakal dihadapkan pameran kemesraan lagi. Apakah aku akan menghadiri pesta pernikahan lagi dalam waktu dekat? Entahlah.
Dr. Syantik yang biasanya jarang bercerita masalah pribadinya kini mulai terbuka. Sambil melayani pasien yang datang silih berganti dr. Syantiik menceritakan tentang kisah cinta dan pria yang kini telah menguasai hatinya. Aku hanya ikutan tersenyum dan bersyukur bahwa pada akhirnya di usianya yang ke 30-an ini dr. Syantik menemukan tambatan hatinya. Meskipun kelihatannya kisah cinta mereka tak akan berjalan mulus.
Malamnya, menjelang dr. Syantik pulang ia kembali menceritakan tentang pria yang disukainya itu. Saat menceritakan pria itu matanya telihat bersinar dan suaranya menjadi sedikit manja.
"Mas Sony itu sangat perhatian dan juga baik Mbak. Aku nggak pernah merasa diratukan yang kayak gini. Meskipun ia tak punya banyak harta dan hanya seorang sales motor tapi kasih sayangnya itu lho. Kalau uang aku bisa cari. Namun, yang tulus dan bikin adem di hati hanya mas Sony," kata dr. Syantik begitu berbunga-bunga.
Ya, yang namanya awal jatuh cinta. Lagi bucin-bucinnya. Semoga saja pria yang bernama Sony benar-benar mencintai dan serius sama dr. Syantik. Melihat perasaan dr. Syantik yang begitu dalam rasanya tak pantas kalau tak bisa mendapat balasan yang setimpal.
"Cinta tak bisa disamakan dengan uang Dok," sahutku mulai mengingat Yoga lagi.