Balada Admin Klinik

Dwiend
Chapter #24

Kejutan Mbak Nissa

Ketegangan hubunganku dengan dr. Syantik masih belum mereda. Kami masih saling menjaga jarak. Apalagi setelah peristiwa kunjungan ibu dan adiknya ke klinik. Mungkin dr. Mely telah berbicara pada dr. Syantik perihal kunjungan keluarganya ke klinik.

Beberapa hari kemudian dr. Syantik memilih untuk tidak terlalu sering menginap di klinik. Aku tidak tahu ke mana ia menginap selain di klinik. Aku berharap dr. Syantik bisa bernegosiasi dengan keluarganya dan kembali pulang ke rumah. Bagaimanapun juga pulang ke rumah adalah solusi terbaik. Melarikan diri dari masalah hanya akan membuat masalah semakin ruwet dan memperkeruh suasana.

Aku mulai sedikit bernafas lega mengira aku sudah tak akan terlibat dengan masalah dr. Syantik, mas Sony dan keluaraganya. Meskipun aku berharap hubungannku kembali menghangat seperti dulu lagi dengan Dr. Syantik.

Hal yang tak pernah aku duga hadir di suatu minggu cerah setelah aku baru menghabiskan waktuku menonton film di sela istirahat. Aku membuka pintu klinik saat bel terdengar. Ternyata mbak Nissa membawa seseorang.

"Mbak Win kenalin ini mbak Ega perawat baru kita," ujar mbak Nissa tersenyum pada seorang gadis muda nan semampai di sampingnya.

Gadis itu tersenyum padaku seraya mengulurkan tangannya. Setelah hampir 2 bulan tak ada perawat setelah kepergian mbak Asih akhirnya ada seorang perawat juga.

"Hai Mbak, aku Ega. Aku akan jadi perawat sementara di sini sebelum aku keterima di rumah sakit besar," ujarnya yang langsung membuatku bosan. Kali ini aku tak akan berbuat apa pun untuk perawat itu. Biar ia bekerja sendiri saja atau mbak Nissa saja yang mengarahkannya. Syukur-syukur dia sudah berpengalaman seperti mbak Asih.

"Semoga saja betah di sini. Ya beginilah kliniknya." Aku meyambut uluran tanganya dengan senyuman kaku.

"Ngga apa-apa. Daripada aku nungguin lamaranku diterima dan diam saja di rumah. Mending di sini dapat pengalaman dan kenalan baru," kata mbak Ega dengan nada penuh semangat. Aku sedikit terkesima dengan sifatnya yang tampaknya sangat optimis.

"Nah mbak Win sekarang tambah temannya. Semoga bisa membuat klinik kita makin ramai," ujar mbak Nissa seraya pergi ke motor bututnya.

"Aku balik ke Ngagel ya," Mbak Nissa mengenakan helmnya. Aku ingin mengatakan sesuatu tapi dia sudah menghidupkan motornya dan meninggalkan senyum di wajahnya.

Kini tinggal aku dan mbak Ega. Di lihat dari wajahnya aku yakin dia usianya lebih muda dari aku.

"Aku masukin motorku dulu ya Mbak," serunya menyadarkanku kalau dia ke sini tadi memakai motor sendiri. Dia tak dibonceng mbak Nissa.

"Kamu bawa motor? memangnya rumahnya mana?" tanyaku kemudian. Aku mulai mencoba menerima kehadiran mbak Ega dengan hati ikhlas.

Lihat selengkapnya