Mas Sony datang menjemput kami saat tengah malam. Katanya saat tengah malam pengunjungnya tak begitu ramai, jadi kita bisa berdoa dan melakukan ibadah lebih leluasa dan khusyuk. Sebenarnya aku masih ngantuk begitu juga mbak Ega. Hanya dr. Syantik yang tampaknya masih segar-bugar. Aku meraih tas dan jaketku, sambil berusaha untuk bangun sepenuhnya.
Mobil saudaranya mas Sony adalah jenis mobil tua. Walau begitu, aku cukup nyaman-nyaman saja. Aku dan mbak Ega duduk di belakang, sementara dr. Syantik dan mas Sony ada di depan. Rasa kantukku mendadak hilang, ketika aku melihat lampu-lampu dan keindahan Surabaya saat malam hari. Di sepanjang perjalanan, aku tak hentinya menatap ke luar.
Mbak Ega yang sudah terbiasa dengan suasana malam Surabaya menyentuh bahuku,"Lain kali kita jalan-jalan Mbak pakai motorku. Kalau liburan klinik." Mbak Ega tersenyum padaku.
"Ya, aku memang jarang ke luar Mbak. Keluarnya, ya sesuai jalur angkot. Angkotnya adanya juga siang hari," ujarku dengan mata masih tak lepas memandang ke luar.
Untuk selanjutnya aku memilih lebih banyak diam. Aku masih fokus menikmati pemandangan dan juga semilir angin malam. Mbak Ega, dr. Syantik dan juga mas Sony terlibat perbincangan santai. Entah apa yang mereka bicarakan. Aku kurang menyimak.
Tak sampai setengah jam kami pun tiba di komplek pemakamam Sunan Ampel. Sunan Ampel adalah salah satu anggota Walisongo tertua. Aku masih teringat kisah-kisahnya dulu tentang keturunan dan asal-usul Raden Rakhmat, nama asli Sunan Ampel. Cerita dari guru ngajiku tentang Mbah Bungkul dan para murid kanjeng Sunan juga masih terekam dengan jelas di benakku. Sekilas aku mengingat kenanganku betahun-tahun lalu, saat aku datang bersama rombongan siswa madin.
Tak banyak perubahan sejak aku berkunjung dulu. Pengunjung yang biasanya berjubel pada siang hari, kini pada malam hari hanya ada beberapa rombongan saja yang berziarah. Para penjual hampir semuanya tutup. Jujur aku lebih suka sausana seperti ini.
Mas Sony memimpin rombongan kecil kami memasuki area komplek makam. Aku jadi membayangkan suasana jaman dahulu, gambaran Sunan Ampel dan para muridnya, ketika aku mengedarkan pandangan pada makam yang berjajar rapi mengelilingi makam kanjeng Sunan. Kami pun berhenti dan duduk di salah satu sudut komplek makam dan mulai membacakan doa. Dalam hati aku berdoa untuk ahli kubur semua yang ada di komplek. Aku lihat semuanya khusuk dalam bacaan masing-masing.