Ada satu hal lagi yang harus aku lakukan, sebelum aku benar-benar berhenti dari klinik dan kembali pulang ke tanah kelahiranku. Aku harus menemui Yoga. Sesuai dengan janjinya, mbak Nissa pun mengajakku, pada suatu hari untuk ikut dengannya ke universitas tempat ia berkuliah. Jujur bukan karena Yoga saja aku bahagia, dari dulu aku selalu ingin melanjutkan kuliah dan begitu penasaran, bagaimana rasanya bisa berkuliah dan menjadi seorang mahasiswa.
Mbak Nissa bilang kalau dia sudah memastikan, kalau Yoga akan hadir di kawasan masjid. Ada acara Rohis yang sedang diselenggarakan. Semacam kajian keagamaan yang dihadiri cendekiawan muslim.
Saat aku pertama kali masuk universitas, aku sungguh kagum. Mataku menyapu bangunan-bangunan itu dengan penuh minat. Aku membayangkam, bagaimana seandainya aku bisa menimba ilmu di dalam gedung-gedung itu. Apalagi saat melihat perpustakaan, jiwa membacaku langsung meronta-ronta. Banyak yang bilang perpustakaan universitas itu sangat berbeda dengan perpustakaan yang ada di sekolah menengah. Akan banyak kajian makalah, disertasi, jurnal dan tesis hasil penelitian. Di universitas, kita akan bebas menimba ilmu dan melakukan banyak ekperimen dan penelitiam. Di universitaslah tempat ilmu pengetahuan berkembang. Di mana teori-terori baru ditemukan dan diuji.
Mbak Nissa langsung menyadarkan lamunanku.
"Ya Mbak," kataku gelagapan.
"Mbak Win ikut kelas matematika dasar yuk," ajaknya membimbingku masuk ke sebuah tangga menuju tingkat dua suatu gedung.
Aku sedikit enggan dan ragu-ragu. Saat sampai di depan kelas aku malah berhenti melangkah.
"Mbak apa boleh ikut masuk?" tanyaku takut.
Mbak Nissa malah menggandeng tanganku dan mengajakku masuk. Suasana kelas sudah mulai ramai. Banyak mahasiswa yang sudah masuk kelas. Beberapa dari mereka menyapa mbak Nissa dan menatapku penuh tanya.
"Ayok kita duduk," seru mbak Nissa mengajakku duduk di bangku bagian tengah.
"Temankah Nis?" sapa salah satu mahasiswa yang duduk di belakang bangku mbak Nissa.
"Ya temanku kerja. Mau ikut kelas. Boleh, kan?" kata mbak Nissa tersenyum.
Cowok itu tertawa,"Silahkan. Nggak dilarang kok."
Kemudian ada gerombolan cowok yang ikut duduk di dekat kami. Aku baru menyadari kebanyakan jurusan TI adalah cowok.
Semua perhatian mahasiswa kini teralihkan oleh kedatangan Sang dosen.
"Mbak, apa boleh seperti ini," bisikku di telinga mbak Nissa.
"Sudah nggak apa-apa. Ikut aja absensi. Pokoknya tanda tangan," katanya santai. Aku pun segera menghilangkan kegugupanku dan berpura-pura aku memang mahasiswi di situ.
Sang dosen itu pun mulai dengan kuliahnya. Semuanya berjalan seperti biasa. Hatiku berdesir ketika absen diedarkan. Mbak Nissa menyuruhku tanda tangan saja.
"Yang lain juga pernah kok Mbak menyelundupkan mahasiswa. tenang saja," bisik mbak Nissa tersenyum melihat tanda tanganku. Aku pun mulai santai dan tidak tegang lagi. Ya, hari ini aku adalah mahasiswa selundupan. Aku pun mengikuti kuliah hari itu sampai selesai.
Kebetulan mata kuliahnya saat itu adalah matematika dasar. Sebuah mata pelajaran yang paling sulit bagiku. Aku makin salut sama mbak Nissa. Ia memilih jurusan yang lumayan menantang.