5 tahun kemudian.
Pagi, udara begitu sejuk. Sinar matahari belum terlalu unjuk gigi menerangi bumi. Seorang wanita muda berjalan mondar-mandir di kamar bernuansa merah muda yang cukup luas.
Dia sibuk mengeluarkan dan memasukkan pakaian dari lemari ke koper yang cukup besar. "Emangnya kamu yakin, Kak, mau masuk pesantren?" tanya wanita itu pada gadis yang jauh lebih muda, dia sedang membantu wanita itu merapihkan baju-bajunya di koper.
"Yakin dong, Mah, aku kan udah besar," katanya mantap. Tidak ada sedikit keraguan dalam dirinya untuk bisa hidup terpisah dari kedua orang tuanya.
"Tapi gimana sama Mamah? Nanti kalau Mamah kangen gimana? Terus nanti gak ada yang bantuin Mamah masak dan pekerjaan rumah," kata wanita itu bernada manja pada anak gadisnya yang beranjak dewasa. Dia takut kehilangan putrinya, walau ada anak laki-lakinya di rumah.
"Ihk, Mamah lebay deh, kan ada adik. Dia pasti bisa bantu-bantu Mamah!" sergah anak gadis itu.
"Apaan deh, kenapa jadi aku yang disuruh bantuin Mamah?" protes seorang anak laki-laki berusia belasan. Dia muncul dari balik Papahnya yang sudah lebih dulu masuk ke kamar kakak perempuannya. Duduk di kursi dekat ranjang.
"Tuh kan, adik mana mau bantuin Mamah!" Wajahnya cemberut. Sedikit kecewa dengan jawaban anak laki-lakinya.
"Udah Mah, biarin aja kakak masuk pesantren. Biar dia menimba ilmu agama, jangan ditahan-tahan," ujar laki-laki bertubuh tegap.
"Benar tuh, kata Papah, Mah. Kan semua ini demi kebaikan Mamah juga," balas anak gadis berhidung mancung itu. "Lagipula Mamah kan bisa nengokin aku di pesantren sama Papah kalau kangen aku."
Wanita itu melenguh, "Iya deh, iya ... Mamah gak akan melarang Kakak lagi," katanya. Menutup koper bawaan anak gadisnya yang mau pergi menuntut ilmu di pesantren. Akan ada rasa kangen yang membuncah di dada wanita itu bila harus terpisah terlalu lama dengan putrinya. "Pokoknya, Papah harus anterin Mamah ke pesantren kalau Mamah kangen Kakak!" kata wanita itu sedikit mengancam dan tatapan tajam ke suaminya.
"Iya, siap bos." Semua jadi tertawa lihat tingkah laki-laki itu, memberi hormat dengan wajah sedikit dibuat lucu.