Pesantren Desa Darungan

fenoadinaya
Chapter #1

Alvin, Aldo, Rivo

Langit subuh yang masih gelap, hanya disinari oleh rembulan yang temaram. Terdengar suara Adzan subuh berkumandang dari mushola Al-Hidayah, orang-orang yang hendak sholat subuh keluar rumah, melewati gang-gang kecil menuju mushola.

Di depan mushola lewatlah tiga anak muda yang pulang dari party dengan wajah kemerahan, mereka berjalan sedikit sempoyongan karena efek alkohol yang diminum ditempat party tersebut. Seorang ustad yang sedang menuju ke mushola untuk menunaikan sholat subuh berpapasan dengan pemuda-pemuda itu.

"Pemuda akhir zaman. Astaghfirullah hal adzim." Sang ustad berhenti sejenak memandang mereka bertiga sambil menggelengkan kepala.

Sementara itu tiga pemuda tadi tetap asik tertawa tanpa menghiraukan orang-orang di sekitarnya, begitupun lantunan Adzan yang berkumandang.

Para warga menyaksikan rutinitas tiga pemuda tersebut setiap subuh selama bertahun-tahun dan tak pernah berubah. Berbanding terbalik dengan keluarga mereka yang taat dalam beragama dan tak hentinya mengingatkan anak-anaknya untuk segera bertaubat dan mengubah kebiasaan buruk mereka.

Di mushola itu, terlihat beberapa orang baru datang dan segera mengambil air wudhu. Suara Iqomah berkumandang, para jama'ah menempati posisinya masing-masing. Mushola itu dipenuhi oleh pria-pria paruh baya dan ibu-ibu yang beberapa sudah berusia lansia. Di zaman sekarang, tepatnya kota-kota besar jarang sekali ada anak muda yang bangun subuh untuk berjama'ah di mushola.

"Allahu Akbar!" Suara lantang sang imam mengucap Takbiratul Ihram yang diikuti gerakannya oleh para makmum.

***

Suara kebisingan lalu lintas dan berisiknya aktivitas tetangga membangunkan Rivo yang tengah tertidur dalam keadaan kepala yang masih pusing. Meski telah terjadi selama bertahun-tahun lantaran ia tinggal di tengah sesaknya rumah-rumah penduduk Ibukota, tetap saja pagi baginya tak pernah tenang dan selalu membuatnya kesal.

Rivo adalah pendatang dari Klaten, ia merantau ke Jakarta untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah dan melepas rantai kemiskinan dalam keluarganya. Namun, maraknya judi online menyeretnya pada sisi kelam kehidupan. Judi dan hutang yang menjeratnya. Itulah yang membuat Rivo enggan pulang ke kampung halaman karena terlanjur jatuh ke lubang lintah darat.

Sambil memegangi kepalanya yang masih cenut-cenut, ia menarik handphone dari bawah bantal, terlihat jelas jam menunjukan pukul sepuluh pagi. Tentunya itu waktu yang terlalu pagi untuk bangun di hari libur. Rivo melanjutkan tidur, menutup kedua telinganya dengan bantal.

***

Sebuah motor melaju di gang sempit nan berliku Ibukota, riuhnya warga yang beraktivitas membuat Alvin memperlambat laju motor sambil sesekali melihat alamat yang tertera di handphone. Sampai-sampai ia hampir menyerempet seorang ibu-ibu yang sedang menjemur cucian di depan rumah. Spontan Alvin memencet klakson dan ibu itu terlonjak terkejut. "Maaf bu!" Alvin berteriak sambil menoleh ke belakang tanpa menghentikan motornya.

"Dasar anak muda!" Ibu itu menunjuk kesal pada Alvin yang telah menghilang di ujung gang bercabang. Sebagai kurir paket yang harus sat-set mengantar pesanan, Alvin harus bisa menemukan alamat secepat mungkin agar semua paket sampai di tangan penerima dan targetnya hari itu bisa terpenuhi.

Laki-laki berambut ikal keturunan Padang itu mendadak mengerem motornya di depan sebuah rumah berpagar besi warna hitam, Alvin mengecek alamat di handphone dan mencocokkan dengan alamat rumah tersebut sebelum ia turun dari motor.

"Paket!" Teriaknya besemangat.

Beberapa menit Alvin berdiri, tak terlihat seorang pun. Ia celingak-celinguk melihat sekitar rumah itu.

"Pakeeeet!" Teriaknya lagi, kali ini dengan sedikit nada yang panjang.

Dengan pintu yang dibuka kasar, seorang pria bertubuh kekar, berkumis hitam pekat sangar muncul dari balik pintu. Tampang yang masih muka bantal menguap lebar menghampiri Alvin. "Paket atas nama Rini Wulandari."

Pria itu menerima paket dari Alvin, ia mengerutkan dahi membaca nama penerima dan alamat yang tertera di paket tersebut.

"Baca yang bener dong, rumah no. 16 itu sebelah. Ganggu orang tidur aja!" Pria itu menyodorkan paketnya pada Alvin dengan wajah kesal dan berbalik masuk membanting pintu.

Alvin terheran, lalu melihat kembali nomor rumah tersebut dan benar saja angka 9 pada nomor itu terbalik karena pakunya terlepas satu sehingga terbalik menjadi angka 6. Ia menggeleng pasrah sambil mengembuskan nafas.

***

Sebuah konter kecil di gang sempit yang sudah buka pada pagi hari, terlihat seorang lelaki keturunan Jawa, bertubuh tinggi dengan kulit kecoklatan sedang sibuk melayani pembeli di konternya. Ia sedang mengisi ulang pulsa. "Udah masuk?"

"Udah, berapa bang?" Tanya bocah SMP yang telah rapi dengan seragam sekolahnya itu.

"Tujuh belas ribu."

Bocah itu mengeluarkan uang berjumlah pas dari sakunya dan memberikan pada Aldo, kemudian segera berlalu dari konter itu.

"Al, Ibu tinggal dulu, ibu mau sholat dhuha." Ucap wanita berumur sekitar 50 tahunan dengan penampilan sederhana memakai jilbab dan gamis hitam.

"Iya buk." Aldo tersenyum segan.

Ibu Aldo meninggalkan konter, lalu masuk ke dalam rumah yang bersebelahan dengan konter tersebut.

Aldo hanya tinggal bersama ibunya karena sang ayah telah meninggal sejak Aldo di kandungan. Setelah lulus SMA Aldo membantu usaha konter ibunya sampai sekarang. Meski ibunya tergolong orang yang taat dalam beribadah, namun Aldo masih saja malas ketika disuruh menunaikan sholat.

Laki-laki itu duduk di bangku plastik dengan meja kayu, menatap kembali layar komputernya yang tengah memutar sebuah film horror Indonesia yang sempat terjeda lantaran pelanggan masuk.

Ia kerap kali menonton film dengan genre horror. Dari film lawas sampai film horror modern ia telah lulus tonton. Laki-laki yang tak punya rasa takut terhadap apapun itu sering merasa penasaran akan makhluk halus di dunia gaib dan pernah tersirat ingin membuka mata batinnya untuk bisa berkomunikasi dengan mereka.

Ditengah adegan film yang menegangkan, Alvin muncul dari depan etalase sambil berteriak "HOI!!" Sontak teriakan tersebut mengagetkan Aldo yang tengah fokus pada adegan di dalam film.

Ia mengumpat kesal sambil mengelus dadanya yang berdegup kencang. "Sialan lu, ngagetin aja."

Alvin tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Aldo yang tidak karuan.

"Ngapain lu kesini?" Ia lanjut menonton.

Lihat selengkapnya