Tak terasa sudah seminggu mereka lalui dengan berbagai kegiatan di pesantren, semakin hari semakin baik mereka beradaptasi. Aldo sudah mulai hafal surat-surat pendek, Rivo masih terbata-bata saat mengaji namun lebih baik dari sebelumnya dan Alvin yang paling bersemangat dengan segala aktivitas disana. Baginya, pesantren memberinya ketenangan hati dan jiwa yang tak pernah ia dapatkan sebelumnya.
Malam tiba, Alvin dan Rivo berganti pakaian untuk tidur. "Baru seminggu disini aja hati gue udah adem." Rivo berseru.
"Iyanih gue juga. Kenapa nggak dulu-dulu ya gue kepikiran masuk pesantren." Alvin melipat sarung kemudian menggantung baju koko di belakang pintu. Ia melirik Aldo yang sedang berbaring sambil menatap langit-langit kamar.
"Ngapain lu bengong gitu." Alvin melempar bantal ke arah Aldo yang langsung terkejut.
Aldo menyingkirkan bantalnya, ia duduk memandang kedua temannya yang sudah anteng berada di kasur masing-masing. "Gue lagi nyusun strategi."
"Strategi apaan?" Rivo mengernyitkan dahi penasaran.
"Strategi buat masuk ke hutan belakang. Gue penasaran, Mas Bima bilang nggak boleh ada yang masuk kesana, tapi gue beberapa kali liat pak Slamet keluar masuk hutan itu."
"Pak Slamet kan emang penjaga asrama, dia juga yang bersih-bersih pesantren ini, ya wajar lah dia keluar masuk hutan itu." Alvin menyahut.
"Maksud gue aneh aja, tiap kali gue tau dia abis dari arah hutan itu sikapnya langsung dingin sama gue. Kayak orang yang berbeda dari yang pertama kita kenal. Dia juga ngelarang keras gue dekat-dekat hutan itu. Gue ngerasa ada yang janggal sama pak Slamet dan hutan terlarang itu." Aldo memelankan kalimat terakhirnya dengan tatapan dramatis.
"Perasaan lo aja, udah nggak usah macem-macem. Mas Bima kan udah bilang disana masih ada binatang buas." Rivo menepis omongan Aldo.
"Gue nggak tenang beberapa hari ini, gue rasa kita emang harus nyari tau tentang hutan itu."
"Gue nggak ikut-ikut deh, tujuan kita disini buat belajar agama bukan buat mengulik rasa penasaran lo." Rivo memalingkan wajahnya sambil menarik selimut siap-siap tidur.
"Bilang aja lo takut." Aldo melempar bantal ke muka Rivo yang sedang memejamkan matanya, lantas Rivo kesal dan melempar balik bantal ke arah Aldo. "Bodo amat!"
Harapan satu-satunya Aldo adalah Alvin, "Vin, temenin gue ke hutan yuk?"
Alvin mengerutkan dahi, "kok jadi gue?"
"Kenapa? Lo takut juga?" Nada meremehkan keluar dari mulut Aldo.
"Nggak lah, tapi..."
"Katanya nggak percaya hantu, nyatanya masuk hutan aja nggak berani. Payah lo!" Aldo mencoba mengelabui Alvin.
"Yauda, gue temenin." Katanya dengan nada sok berani.
"Yauda yuk," Aldo bersemangat.
"Nggak malam ini juga kali, capek gue mau tidur." Alvin menarik selimut dan mematikan lampu tidurnya.
Aldo menelan ludah kesal, tak lama ikut tertidur pulas.
***
Kegiatan pesantren berjalan seperti biasanya, setelah makan para santri putra dan putri mencuci piringnya masing-masing sebelum melanjutkan aktivitasnya. Semakin hari mereka semakin betah berada di tempat baru itu. Tak hanya ilmu agama yang mereka dapatkan, tetapi juga teman-teman santri dari berbagai daerah dan usia yang beragam. Mereka saling berbagi pengetahuan, banyak hal dan pengalaman hidupnya masing-masing.
Berada di pesantren membuat mereka tidak merasa sendiri, semua orang yang berada di sana saling merangkul dalam kebaikan dan tak ada penghakiman akan dosa-dosa yang pernah mereka perbuat sebelumnya. Pesantren menjadi rumah kedua bagi mereka bertiga.
Di hari itu pada saat tengah malam, Aldo dan Alvin yang terjaga mulai menjalankan rencananya untuk membongkar apa yang ada di hutan terlarang tersebut, saat mereka hendak keluar kamar tiba-tiba Rivo menarik pundak Alvin. "Gue jadi ikut deh, ngeri disini sendiri."
Alvin hanya menggeleng tak habis pikir. mereka telah menyiapkan lampu senter yang akan digunakan untuk penerangan menuju hutan terlarang.
Suasana asrama sudah mulai tenang, waktu yang mereka tunggu-tunggu sedari tadi pun datang. Mereka berjalan perlahan menyusuri lorong dan ruangan-ruangan lainnya menuju gerbang hutan. Saat mereka hendak membuka pintu itu, tiba-tiba seorang santri putri yang seperti tak sadarkan diri berjalan tanpa alas kaki dari arah hutan menuju gerbang pesantren. Spontan mereka bertiga terkejut dan cepat-cepat bersembunyi.
Mereka bertiga membungkam mulutnya dengan tangan masing-masing supaya tidak ketahuan, santri itu memasuki asrama putri kemudian menghilang dari balik pintu.
"Ngapain tuh santri cewek malem-malem masuk hutan?" Alvin berbisik.
"Gue bilang apa, ada yang nggak beres sama hutan itu." Aldo membenarkan prasangkanya.
"Udah deh nggak usah sibuk asumsi. Yuk kita lanjutin misi kita." Rivo menyahut.