Semakin hari, Aldo merasa semakin aneh dan ada sesuatu yang tersembunyi di pesantren tempat ia menimba ilmu itu. Pagi tadi, seusai tadarus subuh Aldo melewati halaman menuju gerbang pesantren. Ia melihat jejak kaki yang sedikit berlumpur di sepanjang arah gerbang menuju asrama putri.
Aldo mengikuti jejak itu dan sampailah ia di depan gerbang asrama putri yang pintunya sedikit terbuka. Ia mengintip kondisi di dalam asrama itu. Benar saja, ada jejak kaki perempuan di sepanjang lorong menuju lantai atas. Saat Aldo sibuk memperhatikan keanehan itu, seorang wanita paruh baya yang memakai jarik dan kebaya, lengkap dengan rambut disanggul sedang mengepel jejak-jejak berlumpur yang telah mengering itu. Tubuh wanita itu berukuran sedikit gemuk dan memiliki tahi lalat di atas bibir. Seperti melihat kehadiran Aldo, ia melirik ke arah gerbang dan sekonyong-konyong Aldo menjauh dari gerbang itu.
Setelah aktivitas rutin sarapan bersama santri-santri lainnya, Aldo mencuci piring bekas ia makan. Beberapa santri masih membereskan sisa makanan di meja, sementara yang lainnya sudah keluar ruang makan, termasuk Alvin dan Rivo terlihat sedang mengobrol dan berbaur dengan santri lainnya.
"Mas Aldo, kok ngelamun? Kerannya dimatiin dulu, airnya masih ngalir itu." Ustad Yusuf memecahkan lamunan Aldo yang sontak membuat ia tertawa segan dan langsung menutup keran.
"Eh, ustad. Maaf."
Ustad Yusuf mengambil gelas dari rak lalu menuangkan air putih untuk dirinya sendiri. Ia duduk di kursi dapur sambil menatap Aldo yang sedang menata piring di rak. "Mikirin apa, Mas?"
Aldo menoleh ke arah ustad Yusuf dan terdiam beberapa detik, kemudian menggeleng sambil tersenyum. "Nggak mikirin apa-apa kok ustad."
"Apa sudah kangen rumah?" Goda ustad berkacamata tersebut disertai tawa kecil.
Aldo mengelak, "nggak ustad. Saya malah betah disini, bawaannya tenang, damai dan jauh dari kemaksiatan."
"Alhamdulillah, semoga pesantren ini dapat membawa kebaikan dalam hidup Mas Aldo. Oiya, gimana hafalan surat-suratnya? Sudah sampai mana?"
Aldo dan ustad Yusuf melanjutkan mengobrol di dapur perihal kemajuan dirinya dalam proses belajar di pesantren yang dibimbing ustad yang berusia awal empat puluhan tersebut. Aldo antusias membicarakan dirinya yang sudah bisa membaca Al-Qur'an dan tidak terbata-bata lagi, Ustad Yusuf pun menanggapi dengan positif dan berharap para santri dapat merasakan dampak baik akan jerih payah dan kemauan belajar tanpa mengenal batas usia.