Pesantren Gaib

Ariny Nurul haq
Chapter #4

Chapter II (Biru Laut)

2018

Audisi Indie Festival, telah dibuka!

AT Musik membuka lebar bagi para pencinta musik indie yang ingin rekaman di studio kami. 

Syarat dan ketentuan:

-Band indie berbagai kota di Indonesia. Minimal 4-6 orang.

-Memiliki single/karya asli buatan sendiri

-Mengisi formulir dan kirimkan demo lagu kalian di web www.atmusik.com


Wajah gue cerah begitu membaca informasi di Instagram. Gue langsung bagikan informasinya ke grup Camar Band. Band yang gue bangun sejak 2007. Gue mengajak empat teman lain ikut serta. Mereka adalah Suci, Vio, Anto dan Banyu Ireng. Mereka bukan asli Kalimantan Selatan. Perantauan atau blasteran semua.

Sayangnya, kita selalu kalah setiap ikut festival musik indie. Sering juga mencoba mengirim demo lagu ke label musik. Berakhir digantung alias nggak ada kabar.


Camar Band

Gue: Gaeees, info menarik nih. Kita ikutan lagi yuk.

Banyu: Males ah. Paling ntar kalah lagi. Buang-buang duit datang ke Jakarta.

Vio: Bener. Gue udah mengubur mimpi jadi terkenal di band. Mau coba realistis jalanin profesi yang ada depan mata aja.


Vio itu dulu bergabung di Camar Band sejak dia kuliah. Sekarang jadi PNS. Bahkan sudah menikah dengan guru.

Gue paham frustrasinya mereka. 10 tahun lebih nasib Camar Band nggak jelas. Namun, sebagai leader gue ingin membangkitkan semangat mereka lagi dalam bermusik.


Gue: Ini yang terakhir kita ikutan audisi. Kalau tetap kalah, gue nyerah. Camar Band terpaksa bubar. Soal biaya ke Jakarta kalian gue ongkosin.


Bukannya gue sombong, tapi gue punya warisan dari Papa berupa tanah kebun dan sawah berhektar-hektar yang masih cukup ongkosin mereka semua ke Jakarta.

***

Gue membenahi pakaian ke dalam koper. Tiba-tiba Mama masuk.

“Biru, kamu mau ke mana?”

“Ke Jakarta, Ma. Ikut Indie Fest.”

“Lagi? Belum kapok juga kamu setelah beberapa kali gagal.”

“Kata Papa, lelaki itu harus terus mencoba sampai berhasil. Ini terakhir deh Biru coba ikut audisi lagi. Kalau gagal juga, Camar Band bubar dan Biru bakal fokus mengurus kebun dan sawah Papa.”

Mama tersenyum menatapku. “Mama bangga sama kamu yang pantang menyerah. Ya apa boleh buat. Mama juga nggak tega ngelarang.”

“Makanya Mama doain dong biar kali ini menang.”

“Pasti. Kali ini Mama akan doain kamu lebih kenceng.”

Yes. Restu Mama sudah gue dapatkan. Besok pagi tinggal berangkat ke Jakarta.

Lihat selengkapnya