Pesantren Warisan

Rexa Strudel
Chapter #6

6

Pusing di kepalaku sudah sirna. Jadi dengan cepat otakku bisa mencerna cerita Ummi Rifah soal Ki Jasman barusan.

“Jadi, jatohnya sama aja ngejebak orang lain supaya tetep pake jasa dia dong, Ummi,” cetusku ikut kesal.

Ummi Rifah menghela napas berat. “Iya. Makanya kita harus hati-hati menghadapi orang licik seperti Ki Jasman. Jangan sampai apa yang ia ucapkan malah mempengaruhi pikiran kita dengan hal-hal yang nggak diridhoi oleh Allah.”

Aku mengangguk-angguk setuju. Wah, kayaknya tugasku di pesantren ini lumayan banyak juga, ya. Kira-kira, apa aku bisa membuat pesantren ini berkembang dan lebih baik lagi?

“Nin, yuk kita ke ruangan data dan operasional. Biar kamu bisa pelajari dulu catatan yang ada di sini,” ajak Ummi Rifah membuyarkan lamunanku.

“Ayo, Ummi,” sahutku. Lantas kami masuk ke ruangan paling ujung.

Di dalam ruangan terdapat lemari serta rak berisi map dan buku-buku yang tersusun rapi. Ada dua buah meja tulis serta empat kursi kayu. Selama beberapa saat, aku mendengarkan Ummi Rifah menjelaskan banyak hal yang berkaitan dengan operasional pesantren dan pembukuan.

“Assalamu’alaikum, Ummi, Teh Nindi. Maap ganggu. Tapi sarapan udah siap.”

Ummi Rifah dan aku spontan menjawab salam seraya mengalihkan pandangan ke arah pintu. Ada Hasna berdiri di sana dengan senyum sumringahnya.

“Kita sarapan dulu, ya. Setelah itu, baru lanjut lagi,” ujar Ummi Rifah.

Aku menggangguk dan menutup map yang sedang kupegang. Lalu kami bertiga berjalan bersama ke gedung santriwati untuk sarapan bersama.

Selesai sarapan, semua santri dan santriwati bersiap belajar di kelas masing-masing. Sementara Ummi Rifah dan aku kembali ke ruang administrasi untuk menyiapkan materi promosi pesantren. Setelah menimbang-nimbang, kupikir sebaiknya aku mulai membuat konsep profil pesantren. Jadi aku mengambil laptop di kamar dan segera turun kembali.

Tidak terasa waktu sudah hampir pukul setengah sebelas siang. Aku menggeliat serta menutup mulut untuk menguap. Ternyata lumayan penat juga membuat materi profil sendirian. Kantuk pun mulai menggelayuti kelopak mataku.

“Istirahat aja dulu di kamar, Nin. Nanti kalau sudah mau adzan dzuhur, Ummi bangunkan kamu,” ujar Ummi Rifah ketika melihatku menguap lagi.

Lihat selengkapnya