Rindu berjalan menulusuri rak-rak buku yang ada di perpustakaan sekolah setelah mengisi daftar kunjungan perpustakaan. Hari ini jadwal piketnya, Bu Lina guru mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan memintanya untuk mengambil beberapa buku paket sesuai jumlah bangku di kelasnya.
"Permisi Bu, buku paket PPKn di rak yang sebelah mana ya?" Tanya Rindu dengan sopan kepada penjaga perpustakaan.
"Di sebelah selatan, itu kan ada rak substansi pendidikan. Kamu cari dulu kalau enggak ketemu juga panggil saya."
Rindu mengangguk paham, "Terimakasih Bu, permisi."
Rindu berjalan ke arah selatan sesuai dengan arahan ibu penjaga perpustakaan. Sebenarnya tidak jarang ia memasuki ruangan ini, hanya saja ia mengunjungi perpustakaan lantai dua dimana di lantai tersebut berisikan buku bacaan semacam novel maupun karya ilmiah. Perpustakaan di sekolahnya terletak di lantai satu menyambung ke lantai dua.
Rindu berhenti di rak buku yang bersubtansial 'Pendidikan'. Ia mulai mencari buku paket yang dimaksud oleh Bu Lina. Rindu berjinjit, berusaha mengambil buku yang ada diatas. Ia mencari-cari tangga lipat yang biasanya dipakai untuk mengambil buku yang sulit untuk dijangkau. Ia tidak punya waktu banyak untuk mencari tangga lipat tersebut karena Bu Lina memintanya untuk segera kembali ke kelas. Akhirnya Rindu kembali berjinjit, berusaha mengambil satu persatu buku itu. Rindu kesusahan mengambilnya, tumpukan buku itu justru malah miring dan bisa dipastikan akan ambruk jika dia tidak berhati-hati. Salah satu tangan Rindu kembali berusaha meraih buku itu, namun kakinya yang lelah benjinjit membuatnya sedikit oleng.
Bruk!
Rindu berjongkok dengan tangan yang melindungi kepalanya, matanya terpejam namun bisa ia rasakan buku-buku itu berjatuhan. Rindu mengerjapkan matanya kala suara reruntuhan buku itu mereda. Ia menurunkan tangannya dan menatap seorang siswa yang berdiri seperti melindunginya.
Ia menatap siswa yang nampaknya belum juga membuka matanya. Hingga beberapa menit kemudian, sepasang mata itu terbuka dan membalas tatapannya. Detik itu waktu seperti berhenti berputar. Rindu merasakan sesuatu yang bergemuruh, darahnya berdesir. Tidak ada hal lain yang terjadi, hanya ada sepasang mata yang beradu tatap dengan sepasang mata yang lain.
"Lo baik-baik saja kan?"
Rindu mengerjap, salah tingkah ia memutus kontak mata dengan siswa tersebut. Dan buru-buru berjongkok membereskan semua buku yang terjatuh. Siswa itu ikut berjongkok, membantu Rindu menata dan mengumpulkan buku-buku.
"Biar gue yang bawa," ujar siswa itu saat Rindu mulai mengangkat bukunya.
"Enggak usah, gue bisa sendiri."
Tidak mempedulikan penolakan dari Rindu, siswa itu tetap membawa buku-buku itu.
"Dimana kelas Lo?"
"Sebelas IPA dua, lantai dua," Rindu berjalan mendahului siswa itu karena merasa risih.
Sepanjang perjalanan menuju ke kelas hingga sampai mereka sampai di depan meja guru kelas Rindu, tidak ada percakapan yang mengalir diantara mereka. Setelah meletakkan tumpukan buku di atas meja guru, siswa itu menatap Rindu, mengulurkan tangannya.
"Kenzo."
"Rindu," ujarnya lalu membalas jabatan tangan siswa bernama Kenzo.
"Ekhm! Bisa kali dilanjut nanti pedekate-annya," sahut Tian diakhiri dengan siulan panjang yang membuat siswa siswi yang lainnya ikut bersorak.
Terkejut dengan suara tersebut, mereka langsung melepaskan jabatan tangan. Kenzo menggaruk tengkuknya sembari tersenyum malu-malu.
"Gue duluan," pamitnya dan langsung pergi.
Sedari tadi mereka menyaksikan Rindu dan cowok tersebut hingga cowok tersebut pergi meninggalkan kelas mereka. Rindu yang baru saja mengetahui hal tersebut hanya bisa menatap teman-temannya dengan sangat canggung kemudian memilih duduk di bangkunya.
"Wooo Rindu bakal berhenti jadi jomblo! Spesies jomblo kelas ini bakalan berkurang!" teriak Tian yang langsung mendapat pelototan tajam dari Rindu.
"Cie...siapa tuh?" Tanya Diba ketika Rindu baru saja mendaratkan pantatnya di bangkunya.
"Kenzo namanya."
"Ganteng banget."