“Jadi, bagaimana ekspresinya ketika Kakak menampar wajahnya? Apa ia meringis?” Bening bertanya menyelidik. Sejak tiga puluh menit yang lalu, apapun yang Sona sampaikan tak sedikit pun digubris oleh gadis kecil ini. Ia hanya sibuk berceloteh tentang saudara satu-satunya. Rayhan.
“Baiklah,” ucap Sona. “Kita akan melanjutkan pelajaran kita, gadis manis, membaca, oke.”
“Tak seru ah, padahal aku ingin sekali mencari kelemahannya. Dia selalu mengolokku yang tak bisa membaca.” Bening memonyongkan mulutnya dan mengacak rambut ikalnya.
“Daripada kau sibuk mencari kelemahannya, bagaimana bila kau tunjukkan kelebihanmu?”
“Apa? Aku tak punya kelebihan, Kak, selain cantik tentunya he he. Aku payah dalam segala hal.”
Sona menatap gadis kecil dihadapannya ini. Sangat sadar diri, dia sangat cantik tapi bahkan belum bisa membaca di usia hampir menginjak remaja.
“Begini saja, aku yakin bila sesungguhnya kau anak yang cerdas tapi karena kau tak pandai membaca jadi kecerdasanmu itu tertutupi,” jelas Sona berusaha meyakinkan.
“Apa Kakak yakin aku cerdas?”
Sona tersenyum meyakinkan walau sebenarnya ia pun tak yakin.
“Seratus persen yakin. Cuma masalah membaca saja kau yang sedikit payah, tapi bila kau bisa melewatinya kakak yakin kamu pasti bisa.”
“Baiklah, karena kakak adalah orang yang menampar laki-laki paling menyebalkan di rumah ini, aku percaya. Kita belajar.”
Thanx God. Berkali Sona mengucap hamdalah. Perlu perdebatan panjang hanya untuk mengajaknya belajar. Dan ini adalah awal yang sangat luar biasa. Semoga saja ia memiliki kesabaran lebih menangani anak ini.
“Ah, susah, Kak. Kenapa juga huruf ini begitu banyak hingga aku susah menghapalnya,” keluh Bening.
“Ayolah, kita baru mulai menghapal sepuluh menit yang lalu, kan? Coba lagi ya,” rayu Sona.
Bening menggeleng. “Besok saja lah, aku bosan.”
Sona menyusun buku dan alat tulis yang berserakan. Mungkin memang perlu waktu. Daripada dipaksakan, hasilnya tak akan maksimal.
Tok, tok tok. Suara ketukan panjang mengalihkan perhatian Sona dan Bening.
“Masuk, siapa sih,” seru Bening.
“Aha, rupanya kau sedang belajar adik kecilku.”
Sona bergeming, gerakannya mendadak tertahan. Ia yakin suara itu akan menjadi mimpi buruk baginya.
“Pergilah jangan mengolokku lagi.” Bening berkata ketus.
“Siapa yang ingin mengganggumu? Aku ingin berkenalan dengan guru lesmu ini kok.”
“Baik, ayo Kak Sona perkenalkan dirimu pada kakakku!” Bening berkacak pinggang dan mengukir senyum kemenangan di bibir tipisnya.
Sona tetap menahan napasnya sejak beberapa menit yang lalu. Berharap rumah ini segera roboh atau tiba-tiba muncul pintu ajaib agar ia segera bisa menghilang. Mengapa juga Doraemon hanya menolong Nobita, tak bisa kah sekali-sekali ia hadir membantunya.
Perlahan Sona membalikkan badan, berusaha memberi senyum sewajarnya dan harus pasrah ketika menatap Rayhan menyunggingkan senyum kemenangannya.
“Oh, kita benar-benar jodoh. Jadi, apa kau sudah bisa menyulap adikku ini agar bisa membaca?” Ada senyum aneh menghias wajah Rayhan dan Sona tak suka itu.
Sona bergeming, kali ini ia lebih cepat membereskan barang-barangnya.
“Kabarnya ada yang kena tampar cewek nih?” Alis bening terangkat, sebuah senyum simpul pun terukir di wajahnya.
“Sial! Kamu cerita ya? Kalau bukan karena kamu cewek habislah kamu!” Rayhan menatap tajam Sona.
Cocok, Sona masih berusaha tersenyum dan terlihat biasa saja. “Baiklah bening, les kita sudah berakhir. Kita ketemu lusa ya.”
“Mau kemana? Enak saja main pergi!” Rayhan membentangkan tangannya.
“Sebagai referensi saja, Ray, aku ini pemegang sabuk hitam lo.” Kedua alis Sona terangkat, tangan kanannya berkacak. “Mau biarkan aku lewat, atau kita selesaikan saja dengan pertarungan.”
Sedikit ragu Rayhan menatap Sona. Sabuk hitam? Apa benar? Tapi melihat gelagatnya yang cukup berani sepertinya kemungkinan besar iya. Kenapa pula kecil dulu ia suka bolos waktu les karate, kalau gini kan dia mati langkah. Rayhan menurunkan kedua tangannya, wajahnya memerah, entah karena malu atau merasa kalah. “Awas ya!” Cuma dua kata itu yang sanggup Rayhan ucapkan.
Bergegas Sona melangkah diiring derai tawa bahagia Bening. Harus cepat, sebelum Rayhan sadar bila ikut karate pun ia tak pernah. Waktu SMA ia lebih suka ikut eskul teater daripada beladiri, dan kemampuan aktingnya ternyata masih bagus hingga saat ini. Berkali gadis manis ini mengucap syukur.
+++