Dengan susah payah Ki Wijar Paruk mencoba mempelajari Ilmu Lemu Panah Terung itu, memang tidak mudah untuk dipelajari. Dia pun harus melakukan semadi khusus untuk ritual mempelajari Ilmu ini.
Dia harus pergi ke suatu gunung terpencil, gunung yang tidak pernah didatangi oleh orang awam dan masyarakat setempat. Jadi bisa dikatakan gunung itu sangat jauh dari pemukiman masyarakat. Ki Wijar Paruk pun harus berpuasa dalam melakukan semadinya selama 40 hari 40 malam, tanpa makan maupun minum. Sungguh berat memang!
Semua proses semadi yang dilalui oleh Ki Wijar Paruk, penuh dengan unsur cobaan dan godaan. Bayangkan saja, baru memasuki hari pertama semadi, dia sudah bertemu secara spiritual ghaib oleh penjaga dan penunggu gunung terpencil itu. Lalu lanjut dengan hari hari berikutnya, bahkan Ki Wijar Paruk pernah juga bertemu dengan kumpulan masyarakat lelembut bermuka semu sekitar gunung terpencil itu. Hari pun berganti hari, tampak semakin dekat dengan hari terakhir persemedian dari Ki Wijar Paruk.
Dengan bertekad bulat, semua itu berhasil dilakukan oleh Ki Wijar Paruk dengan hasil yang sempurna. Hari terakhir persemadian, Eyang Uraga Bahuwirya pun datang menemuinya, dan berkata dengan lantang, HAI, KI WIJAR PARUK, HARI INI ADALAH HARI TERAKHIR UJIANMU, AKU AKAN SEGERA MENURUNKAN ILMUKU KEPADAMU, KARENA AKU SUDAH BERADA DIPENGHUJUNG KEMOKSAANKU. BANGKITLAH DAN TERIMALAH TONGKAT SAKTI WASIATKU INI, ANAKKU! SETELAH INI ILMU PANAH TERUNG INI LENGKAP MENJADI MILIKMU!
Mendengar sabda dari Eyang Uraga, hati dari Ki Wijar Paruk seketika langsung bergemuruh antara luapan rasa senang telah berhasil melewati ujian, dan luapan rasa penasaran mau kemana gerangan Eyang Uraga pergi. Tanpa ragu lagi, dia segera bangkit berdiri, awalnya memang dirasakan agak gemetaran, akibat terlalu lama dia duduk dalam posisi semedi. Akhirnya dia berhasil berdiri dengan sempurna.
Ki Wijar Paruk membungkuk memberi hormat kepada Eyang Uraga Bahuwirya, layaknya hormat dari seorang murid kepada gurunya. Diterimanya tongkat sakti wasiat dari Eyang Uraga. Ditelitinya bentuk tongkat sakti tersebut, tongkat yang terbuat dari Pohon Dewandaru yang magis itu. Ada ukiran berbentuk ular naga dikedua sisinya. Tongkat yang menarik, gumamnya!
Semua proses semadi dan ritual Ilmu Lemu Panah Terung sudah Ki Wijar Paruk kuasai, bahkan dia sudah menerima tongkat sakti wasiatnya, sang guru pun pamit setelah menurunkan ilmunya kepada Ki Wijar Paruk untuk mencapai kemoksaannya, Eyang Uraga Bahuwirya pun tetiba seperti lenyap hilang ditelan oleh bumi.