Ada suara dari pintu lain di ketuk. Seorang pria yang bergaya pakaian sama masuk. Ia berambut hitam, kumis dan berewoknya agak tebal. Ia datang langsung menghampiri pria di meja kerja dan membisikkan sesuatu.
Soa duga itu adalah orang kepercayaan si rambut perak, hanya saja ... “Aku seperti pernah melihatnya.” Gadis itu berusaha mengingat-ingat.
“Suruh dia masuk,” perintah si pria rambut perak dengan wajah yang berubah masam.
Tak butuh waktu lama. Seorang pria yang lebih tua lagi kemudian masuk. Ia terlihat sengsara, rambut hitamnya tak tersisir, pakaiannya kumal, dan wajahnya penuh beban.
“Oh, Norman. Duduklah,” sapa pria rambut perak melempar senyum. Mengubah seketika raut mukanya yang sempat masam. Kemudian ia beranjak untuk mendekati Norman menuju kursi tamu di depannya.
Ada ketakutan yang amat jelas Soa tangkap dari wajah pria yang dipanggil Norman itu. Sambil tertunduk mencuri-curi pandang, pria itu hanya membisu seraya menuruti penawaran pria rambut perak untuk duduk bersamanya.
“Aku yakin kau membawa kabar baik, bukan?” ucap si rambut perak sambil mengangkat sebelah kakinya menunjukkan kepercayaan diri yang begitu besar.
Norman terlihat tak berdaya.
Mengejutkan! Tiba-tiba saja Norman langsung berlutut di hadapan si rambut perak. “Aku mohon Sancho, beri aku waktu satu bulan lagi. Aku akan melunasinya, aku mohon!” pintanya mengemis belas kasih.
Pria yang dipanggil Sancho itu menatap tajam penuh kesan berkuasa. “Kau sahabatku, sudah kuberi kesempatan lebih banyak dari yang lain, bukan?” tanyanya balik.
Norman bisu tak mampu mengelak ucapan itu. Sancho lantas menurunkan kakinya, dan mencondongkan tubuhnya lebih dekat kepada Norman. Kalimat itu pun kemudian terlontar, “Menyerahlah Norman. Kau sudah bangkrut dan tidak mampu membayar pokok juga bunganya. Jadi serahkan Molek kepadaku.”
Norman langsung melakukan perlawanan. Ia menyongsong Sancho dan menarik kuat kerah bajunya. “KAU MASIH MENGINCARNYA!” bentaknya keras. Matanya langsung memerah, menyorot penuh amarah. “Dia anakku! Sudah selayaknya kau menganggap dia keponakanmu sendiri!”
Soa yang semakin hanyut terbawa cerita ikut merasa berang. “Dasar si tua gila!” begitu hardikannya.
Sang asisten buru-buru ingin menjauhi Norman dari tuannya. Akan tetapi Sancho memberi kode untuk tetap di tempat. “Tuan, jaga sikap anda!” hanya itu yang akhirnya ia lakukan.
“Bagaimana aku bisa menjaga sikap terhadap orang yang ingin merampas anakku!”