Petaka Grazian

Yulian Juli
Chapter #19

Sungai Arandra | 19

   Pikiran Soa kalang kabut, ia duga jangan-jangan pria itu juga bisa membaca pikirannya seperti Andel. Ingin sekali rasanya ia terbirit-birit, tapi ia yakin laki-laki itu bisa saja berlari secepat kuda untuk mengejarnya.

   “Oh, tidak,” elak Soa waswas. Dia sudah pasrah, kalau pun pria itu akan berang karena kebohongannya, tapi tidak ada salahnya juga kalau kebohongan itu ia coba, barangkali memang itu bisa menyelamatkan. “Aku hanya kurang melihat wajahmu dengan jelas. Kupikir kau bukan orang yang pernah kukenal.” Sepertinya Soa banyak belajar dari Andel. 

   Tidak ada balasan amarah, semua terlihat aman. Lelaki itu hanya mengangguk-angguk menunjukkan kepercayaannya atas jawaban Soa. “Kau masih menyimpan permennya?” tanyanya melanjutkan. 

   Soa berpikir lagi, permen apa yang pria itu maksud? Dan oh! Ia baru mengingatnya, “Astaga! Itu sudah cukup lama, permen itu tentu sudah habis kumakan sendiri,” lagi-lagi gadis itu membatin.

   Soa bingung harus menjawab apa pada lelaki itu, tapi kali ini tidak menguntungkan kalau ia berbohong. “Sudah habis kumakan,” jawab Soa singkat. Lantas wajah pria itu berubah, ada raut muka penyesalan yang Soa tangkap. Ia tidak paham apa yang terjadi pada perasaannya sendiri, ada yang berganti dari sebuah permen, ketakutan itu menjadi rasa iba. “Apa kau lapar? Aku masih punya sebungkus roti,” tawarnya seraya tersenyum tulus.

   Pria itu menggeleng pelan. Lantas ia amati wajah gadis itu di depannya, “Kau terlihat manis tersenyum begitu.” 

   Soa kaget bercampur bingung, “Apa baru saja dia memujiku?” tanyanya dalam hati.

   “Itu membuatku lega, karena kau tidak lagi melihatku dengan rasa takut,” pria itu melanjutkan.

   “Kau sadar aku takut padamu?”

   “Itu terlihat sangat mencolok.”

   “Hei, semua karena kau mengaku dewa,” kali ini Soa mulai terdengar lebih santai. “Maaf aku sempat mengira dirimu orang yang tidak waras.”

   Pria itu menaruh minat penuh pada Soa. “Kau masih tidak percaya?”

   “Tentu saja sekarang aku percaya.”

   “Lalu, berarti kau masih takut padaku?”  

   Soa terdiam. Pria itu terlihat cemas menantikan jawaban dari gadis di hadapannya. Seketika Soa mengangkat bahunya, “Aku tidak tahu. Entah kau dewa, hantu, atau bahkan Vampir – “

   “Vampir?” pria itu menyela diikuti tawa.

   “Ya, Vampir. Mungkin sesekali perasaan takutku muncul, tetapi sepertinya sekarang aku sudah harus terbiasa dengan keanehan yang datang di dalam hidupku semenjak belakangan ini. Kalau kupikir-pikir lagi entah apa gunanya aku takut? Yang harus terjadi, tetap akan terjadi. Dan kau!” Soa mengejutkan pria itu yang dengan tegas menunjuk ke arahnya. “Bersikaplah baik padaku sebagai makhluk bumi atau aku akan menjauh!” 

   Pria itu melukis senyum, ia senang hubungannya dengan Soa mengalami kemajuan. “Baiklah, Soa.”  

   Soa mengangkat alisnya. “Aku masih penasaran, bagaimana kau bisa tahu namaku?” 

   Lagi-lagi pria itu tertawa. Ia memberi jawaban yang terkesan berselimut canda. “Anggap saja aku seorang penggemar yang sudah mencari namamu dari orang lain sebelum kita berkenalan secara langsung.”

   Jawaban itu membuat Soa termenung. “Jangan-jangan dia punya data seperti Andel,” duganya di dalam hati.

   “Ada apa?” Pria itu menyadarkan Soa.

   “Oh, tidak. Baiklah, aku percaya padamu, Arandra.”

   “Ha, kau masih mengingat namaku?” terasa sekali kebahagiaan Arandra menerimanya.

   “Ya. Namamu tidak asing, jadi aku mudah mengingatnya.”

   “Tidak asing kau bilang?! Apa kau mengingat sesuatu?!” tiba-tiba Arandra terlihat bersemangat.

Lihat selengkapnya