Petaka Grazian

Yulian Juli
Chapter #24

Kunci | 24



   Soa tersentak dari tidurnya. Mengap-mengap dengan nafas yang memburu. Cepat-cepat ia bangkit dari pembaringan. Bajunya kuyup berkeringat, dan kepalanya terasa disengat. 

   Ia duduk terpaku, tangannya mengepal kuat-kuat menggigil ketakutan karena sesuatu yang telah dilihatnya. “Tidak mungkin. Ini pasti cuma mimpi biasa. Tidak mungkin.” terus saja bibirnya berkomat-kamit menangkal terbukanya misteri yang telah ditunjukkan.

   Ia sandarkan kepalanya yang pening di atas lututnya yang menekuk. Berusaha menenangkan diri dari bayang-bayang di luar nalar yang mengejar. 

   Tidak lama kemudian, tiupan angin lembut yang hangat datang mengibas halus rambutnya. Soa yang semula di cekam kacau seketika dibuat lega. Ia temukan harapan bahwa ada air segar yang bisa ia teguk. 

   Nafasnya yang tersengal-sengal mulai normal, gemetar di tubuhnya mulai karam, walau rasa mumet di pikirannya belum juga padam.

   “Kau baik-baik saja?” Andel menampakkan diri, berdiri di tepi jendela seraya memandang lekat kepada Soa. Dilihatnya wajah manusia itu yang masih tampak pucat, memancing rasa iba untuk diberi pelukan hangat.

   “Katakan padaku, Andel. Kalau itu hanyalah mimpi kosong yang tak ada kaitannya dengan masa laluku.” Suara gadis itu terdengar lirih, sebuah harapan tersirat dalam kalimatnya. 

   Andel tahu betul, apa yang telah terjadi pada seorang manusia lemah di hadapannya. “Aku yakin, kau sudah mampu membedakan mana mimpi kosong dan mana mimpi yang menjadi sebuah pesan,” ucapnya. Tidak ingin menutupi kebenaran.

   Soa tertunduk lesu, merasa kalah dengan keadaan. Ia tak mampu memberi argumen apa pun untuk menepis mimpi itu lagi. 

   “Andel. Kau tahu lebih dari yang aku tahu. Apakah keluarga Jorell yang kulihat di dalam mimpiku, adalah keluarga Jorell yang sama yang ada di negaraku sekarang?”

   Andel terdiam sesaat.

   “Aku mohon Andel, beri aku sedikit saja kebenarannya.”

   Sejenak Andel menarik nafasnya dalam-dalam. “Ya, Soa. Mereka adalah keluarga yang sama.”

   “Ya Tuhan. Jadi benar, kalau aku adalah Molek,” simpul Soa lemah. 

   “Itu yang kini kau tahu?”

   “Ya. Aku melihat wanita itu. Wajahnya sama persis denganku, bahkan kami memiliki tanda lahir yang sama di punggung pergelangan tangan kami. Sungguh ini masih sangat sulit kupercaya. Bagaimana mungkin masa laluku berhubungan langsung dengan keluarga itu, mereka sangat asing buatku. Dan aku yang dulu adalah wanita yang terluka, tertindas dan lemah. Aku bahkan harus menjadi menantu dari seorang pria keji.”

   Malaikat itu terpaku mengamati, ia sadar ini pasti akan sulit Soa terima. Namun ia juga tak berdaya, pelan-pelan Soa harus tahu masa lalunya. Karena di sanalah awal mula Soa melukis karmanya. “Masih banyak yang belum kau tahu, Soa. Berjalanlah terus sampai kau tahu seutuhnya,” begitu batin Andel bergumam.

Lihat selengkapnya