Petaka Grazian

Yulian Juli
Chapter #25

Menyimpan Pujian | 25

  “Terima kasih, kau sudah menemaniku.”

   Andel terkesima mendengar ucapan Soa. “Astaga ... aku baru sadar kalau kau sangat manis jika bersikap baik begitu.”

   Soa langsung melepas tawa kecilnya. Untuk ke sekian kali ia memandang Andel begitu lekat. Seperti masih belum percaya kalau ia akan seakur ini dengannya.    

   “Kenapa?” Andel bertanya tiba-tiba. Matanya balas mengamati Soa begitu dalam. Lantas dengan sengaja ia mengibaskan rambutnya yang panjang bergelombang di depan manusia itu. “Kau terpesona pada kedewasaanku?” 

   Soa langsung mendengus dengan senyum kecut. Baru saja ia merasakan perlakuan diayomi, sekarang ia sudah dibuat tak suka dengan celetukkan Andel yang berbangga diri. Andel sepertinya puas menggoda, ia memalingkan wajah dan tersenyum sembunyi.

   Gadis itu memilih mengelak, “Aku hanya sedang tertarik dengan pakaian barumu.”

   “Ah ya ...” Andel bangkit bersemangat berdiri di depan Soa. “Syal, jaket panjang, jeans ketat, dan sepatu bot,” ucapnya sambil menunjuk benda-benda yang menempel di tubuhnya satu-persatu. “Keren, bukan?”

   Soa memberi ekspresi datar. Ia perhatikan Andel dari ujung kepala hingga ujung kaki. Benaknya ramai dengan berbagai persepsi tersembunyi. 

   “Makhluk ini serius sekali bertanya. Aku akui dia memang terlihat lebih keren bergaya begitu. Pasti ini juga karena dia ditopang oleh wajahnya yang imut-imut. Dan rambut cokelat itu, ya ampun ...! Semakin manis dengan tambahan poni. Ah! Kenapa dia jadi membuatku iri pada kecantikannya, sekarang. Kalau aku terang-terangan memujinya, aku yakin dia akan tambah besar kepala. Bukankah sebagai malaikat sudah seharusnya dia rendah hati.”

   “Begitu, ya.”

   Soa langsung terperanjat. Ia duga Andel telah membaca pikirannya. 

   “Astaga, bagaimana aku bisa lupa kalau dia ... akh! Kau ini Soa ...,” gusar batin gadis itu.

   “Kau tadi bersikap seakan kita sudah berteman baik, tetapi sekarang kau sama sekali tidak ingin menjawab pertanyaanku,” ujar Andel terdengar kecewa.

   “Hah?! Pertanyaan?” ingatan Soa kembali mundur. “Oh ... jadi itu maksudmu.” Soa tersenyum lebar, merasa lega karena telah salah menduga, sekaligus merasa aman untuk berpikir sepuasnya tentang Andel. 

   Wajah Andel terheran-heran. “Memang apa yang kau kira dariku?”

   “Tidak – tidak, bukan apa-apa.” Soa berusaha agar Andel tak curiga, apa lagi sampai terpancing ingin membaca pikirannya. “Kau ini cepat sekali tersinggung, aku hanya sedang mengamati gayamu. Bersabarlah sebentar, bukankah sebagai teman aku harus memberikan jawaban yang tepat?” Soa masih berusaha menjaga senyum lebarnya.

   Malaikat itu tunduk memahami. Lantas ia kembali duduk di tepi ranjang Soa, dan bertanya lagi masih dengan antusias yang sama. “Jadi bagaimana? Apa aku sudah terlihat keren dan tidak mencurigakan?”

   Soa lantas menyilangkan tangannya, memberi pandangan seolah dirinya adalah pengamat gaya busana profesional. 

   “Hm ... kau memang tidak terlihat mencurigakan, tetapi gaya busanamu itu ... menurutku biasa saja. Kau jadi, tidak terlalu keren.”

   “Ooohh, begitu ya.” Andel jadi agak kecewa. “Kukira pakaian ini adalah gaya terkeren untukku kenakan di liburan musim dingin ini.”

Lihat selengkapnya