Tahu dengan kedua karakter putrinya, Felix tidak ingin suasana makan malam menjadi rusak. Pria itu berdeham, lalu mencoba mengalihkan pembicaraan. “Bagaimana keadaan kakimu, Soa?”
Soa tersadar, lalu memandang muka ayahnya. “Aku merasa lebih baik setelah ibu memijatnya.”
Pria itu tersengguk-sengguk. “Lain kali lebih berhati-hatilah,” nasehat Felix.
Soa tersenyum, membalas lagi dengan anggukan penuh keyakinan.
“Ayah sangat senang kita bisa lengkap seperti ini,” Felix melanjutkan. “Ayah dengar restoran semakin mengalami peningkatan, Ayah berharap itu membuat keluarga kita semakin kompak. Dan khususnya Soa, Gensi, kalian sudah semakin dewasa, Ayah ingin kalian bisa rukun dan tidak bersikap kekanak-kanakan lagi. Jangan selalu bertengkar.”
“Aku tidak akan terpancing jika Soa tidak memulai, Ayah,” ujar Gensi terkesan mengadu.
Soa tidak mau kalah. “Hanya anak kecil yang mudah terpancing.”
Karen geleng-geleng kepala melihat perangai keduanya. Sebelum sorot saling melotot dari putri-putrinya itu pecah menjadi pertikaian yang lebih buruk. Karen pun akhirnya ikut menengahi, “Sudahlah, jangan rusak makan malam ini. Ayo, bagaimana kalau kita makan sekarang?”
Suara kecil Ken menyahut penuh semangat. “Aku setuju...,” jawabnya sambil mengangkat kedua tangan. Dan pada akhirnya Polah polos darinyalah yang mampu membangun kehangatan di antara mereka.
Sebetulnya Soa ingin sekali bisa membicarakan tentang ide soal Bibi Molly kepada ayahnya di tengah makan malam mereka. Akan tetapi, keraguan di dalam hatinya tiba-tiba menggema, karena suasana saat itu ia dapati begitu istimewa.
Soa amati situasinya betul-betul. Edzard yang guyonannya terbiasa gagal lucu, malam itu menjadi sumber tawa mereka. Sesekali bahkan bisa membuat ia dan Gensi saling berbalas canda tanpa bumbu amarah.
Ayahnya yang sudah cukup lama terlihat kelelahan karena persoalan hutang, malam itu guratan sendunya tak bisa ditangkap mata. Ibu ikut terbahak-bahak seraya menyuapi Ken bubur jagung buatannya, menjadi penglihatan indah yang sudah lama tidak Soa terima.
Dan teruntuk senyuman Ken, itu adalah hal yang paling berharga bagi Soa setelah bocah itu pernah mengaku ketakutan. Soa tidak ingin mengurangi kebahagiaan malam itu dengan pembicaraan serius. Ia pun akhirnya mengurungkan niatnya, dan memilih menunda pembahasan hingga hari esok.