Petaka Grazian

Yulian Juli
Chapter #28

Bujuk Rayu |28

Ken menangis sampai kelelahan, tetap teguh masih bersembunyi di bawah kolong tempat tidur. Matanya terpejam, hening membisu, dan masih ada sisa-sisa air mata membasahi pipinya. Ia tetap setia menunggu perubahan nasib datang, yang di bawa seperti kue manis dengan setulus hati diberi oleh kakak yang ia cintai. 

Sementara di luar tempat Ken berharap, seseorang yang ia anggap mampu menolong sedang bergumul dengan perasaannya sendiri.

Soa menaiki anak tangga perlahan-lahan, terasa berat kakinya melangkah. Duka merundung tanpa ampun membuatnya terisak-isak. Ia ingin sekali mundur, tidak ingin melihat raut muka percaya sang adik untuknya sekejap lenyap karena hantaman yang menyakitkan. Sayang, keadaan tetap memaksanya untuk terus maju, memilih agar sepihak dengan suara terbanyak.

Ken terjaga mendengar pintu diketuk menyusul namanya disebut. Sekaligus merasa lega karena asal suara panggilan itu ia kenal.

Bocah itu tergesa-gesa keluar dari kolong persembunyian. Ia lantas segera membuka pintu, dan dilihatnya Soa sudah berdiri di depan kamar. Tanpa ragu anak itu langsung memeluk erat, sambil merengek dengan tangisan yang kembali bercucuran. “Soa, aku tidak mau pergi ...”

Sekuat tenaga Soa menahan air mata, agar tak lagi tumpah karena ia sudah menghapus yang sebelumnya. Ia juga tidak ingin Ken tahu, bahwa ia pun memendam duka cita yang sama. 

Soa lantas mengatur nafas sejenak, kemudian berjongkok menyejajarkan diri menghadap pada adiknya. “Semua akan baik-baik saja, Ken. Kau tidak perlu takut,” tuturnya sambil mengusap pipi Ken.

Namun Soa tak bisa menyembunyikan matanya yang sembap. Ken yang perasa mulai curiga. “Kau menangis, Soa? Apa Ayah Ibu memarahimu?” si kecil bertanya penuh kekhawatiran.

Soa menggeleng pelan. Ia lalu menggenggam kedua tangan Ken. Berusaha tetap tenang dan menjaga agar kecurigaan tidak semakin membentang. “Kau ingat tentang pertanyaan terakhir yang kau tanyakan padaku?” tanyanya mengalihkan perhatian.

Bola mata Ken berputar. “Hmm... tentang perbedaan anak kecil dan orang dewasa?” jawab Ken, mengandung pertanyaan balik memastikan.   

Soa mengangguk menyungging senyum. “Kau memang anak yang pintar, Ken.”

Bocah itu terlihat bingung. “Lalu? Kau sudah menemukan jawabannya?” lanjut Ken.

Gadis itu menggeleng lagi. “Belum. Kau masih ingat kita berjanji mencarinya sama-sama?”

Lihat selengkapnya