Petaka Grazian

Yulian Juli
Chapter #32

Teman Tertawa Pertama | 32

   “Kau terlihat lebih menyukai jika dia berhasil,” ceplos Soa mengandung penyelidikan.

   Tanpa disangka lelaki itu malah mendengus dengan senyuman sinis. “Kenapa memang? Dengan begitu dia tidak perlu meninggalkanku, bukan?”

   “Itu terdengar jahat, Arandra.” 

   Arandra masih tak mau kalah. “Bukankah dalam cinta, kebaikan dan keburukan berjarak sangat tipis?” 

   Soa menarik nafasnya kuat-kuat tidak mau tenggelam berdebat. “Baiklah-baiklah. Jika dia buruk dimatamu, lantas kenapa kau terlihat masih mencintainya?”

   Arandra terjeda, merasa tersentil dengan pertanyaan itu. “Apa aku begitu mencolok?”  

   Soa mengangguk cepat. “Aku bisa mengetahuinya dari ucapanmu.”

   Lelaki bermata biru itu menyilangkan tangan, lantas mengusap-usap dagunya dengan pikiran yang sibuk menimbang-nimbang. “Hmm, sepertinya kau benar. Kenapa aku masih mencintainya?” ia memberi jawaban sangsi. “Oh! Mungkin karena kami sama-sama bodoh!” timpalnya kembali enteng, membuat Soa kali ini tertawa lebih keras.

   Gelapnya langit hitam yang mengatapi batin gadis itu perlahan tersingkir oleh semburat mentari yang dibawa oleh Arandra. Lelaki itu pun lagi-lagi ikut tenggelam dalam tawa gadis di depannya, wajahnya berseri-seri, senyumannya pun melengkapi. 

   “Lihatlah, aku sudah dua kali berhasil membuatmu tertawa,” sela Arandra penuh percaya diri.

   Dalam hati Soa pun sangat menyetujui, tapi ia agak malas memuji. “Yeaaah,” sahut Soa setengah hati. Pengakuan yang sedikit namun begitu berarti bagi Arandra, memunculkan lagi sebuah senyum efek merasa tersanjung.

   “Lain kali jika kau ingin berbagi cerita, kau harus ingat! Aku adalah orang pertama yang harus kau temui,” tegas Arandra pada Soa. Bersikap seolah ia sudah sangat dekat dengan gadis itu. Kalimat yang diutarakannya pun begitu indah diterima kalbu perempuan di hadapannya. Ada rasa di hati Soa yang melambung tinggi menjumpai kebebasan. Melayang tanpa gundah, terbang tanpa luka. 

   Namun di tengah kenikmatan merasakan gembira di hati. Penasaran masih enggan untuk pergi, memantek tanya di dalam hati.

   “Siapa kau sebenarnya Arandra? Kau datang menemuiku begitu tiba-tiba dan bersedia untuk menjadi tempat suka duka. Apa tujuanmu sebenarnya kepadaku? Kalau kau adalah bagian dari masa laluku. Lantas kenapa di dalam mimpiku aku tidak pernah melihatmu?”

   Soa merasa amat buta, tetapi ia juga masih bimbang jika menceritakan tentang mimpinya kepada Arandra. Sulit baginya menjelaskan. Mendengar bahwa dirinya mengalami reinkarnasi dan harus menebus dosanya saja sudah membuat otaknya linglung. Apa lagi kalau ia harus bertanya-tanya pada orang yang belum lama ia kenal. Itu masih mustahil buat Soa.

   Soa juga dirundung takut, kalau-kalau apa yang dia ceritakan hanya menjadi obrolan kosong yang di penghujungnya melahirkan tawa dari Arandra yang tak percaya.

   “Kenapa kau diam lagi?” tanya Arandra didekap cemas. “Kau tidak suka dengan ucapanku?”   

Lihat selengkapnya