Petaka Grazian

Yulian Juli
Chapter #52

Api Unggun | 52

   “Lalu bagaimana agar aku tidak salah?” tanya Soa kemudian, keras di hatinya terasa melunak. 

   “Kau memang tidak akan bisa menghindari kesalahan, Soa. Tapi kau bisa mulai berlatih menyadari. Bahwa dari semua asumsimu, selalu ada kemungkinan lain. Selalu ada kemungkinan lain, Soa. Bisa jadi kau benar – hampir benar – sedikit benar – atau bahkan sama sekali tidak benar. Seringnya ... kenyataan dari asumsi yang telah terpikirkan adalah sedikit benar dan sama sekali tidak benar.”     

   “Jadi aku akan tetap berisiko salah? Lalu kenapa Tuhan membiarkan aku mampu menggunakan pikiranku untuk menghasilkan asumsi?”

   “Apalagi, kalau bukan untuk memicumu untuk meneliti. Memperluas pengetahuan dari apa yang Tuhan hadapkan kepadamu. Dari sanalah kau akan menyadari, bahwa tidak ada makhluk yang sempurna, termasuk dirimu sendiri. 

   “Maka kau tak perlu berharap ada kesempurnaan yang bisa kau terima dari orang lain, karena kau pun tak akan sanggup menjawab tuntutan kesempurnaan dari mereka. Asumsi, yang didampingi oleh ketelitian, akan mengantarkanmu untuk menemukan rasa empati, Soa. Dan rasa empati, adalah salah satu wujud kasih sayang di dalam hati manusia.”

   “Apa ini sulit untuk kau mengerti?” Andel pelan-pelan bertanya. Melanjutkan percakapannya dengan Soa setelah sebuah respons tidak di dapatinya sama sekali.

   Soa yang tersadar untuk melepas lamunannya pun menggeleng. “Tidak. Bahkan aku merasa ... kali ini aku bisa memahami dengan lebih baik.” 

   “Aa, itu kabar bagus,” Andel terlihat puas dengan kemampuan Soa.

   “Ini baru pertama kalinya kau mau menjawab pertanyaanku dengan lengkap,” Soa memberi ucapan menyentil. “Kau tahu, sebegitu sulit bagiku untuk memahami makna bahasamu selama ini. Setiap hari aku selalu berpikir apa maksud semua ucapanmu yang selalu penuh teka-teki. Tetapi apa daya, otakku masih juga tidak sampai,” keluh Soa. Memunculkan rasa iba pada malaikat yang mendengarnya. “Apakah ini pertanda baik bahwa kau akan menjawab setiap pertanyaanku?”

   Andel terkejut dengan pertanyaan itu. Namun dengan berat hati ia harus menjawab, “Tidak untuk sesuatu yang masih menjadi rahasia, Soa.”

   “Huff ... itu artinya kau masih memberiku pekerjaan rumah.”

   Malaikat itu tersenyum menunjukkan ketenangan. “Bersabarlah,” ucapnya meminta. Meninggalkan bekas yang membuat wajah Soa kembali masam. Andel tahu itu sulit Soa terima, namun deretan kotak-kotak misteri memang harus dibuka sendiri oleh gadis itu. Perlahan-lahan, satu-persatu, tanpa bocoran. 

   “Tapi ... jujur kukatakan, Soa. Di antara pasien-pasienku kaulah yang paling cepat beradaptasi menerimaku,” lanjut Andel terkesan sedang membesarkan hati.

Lihat selengkapnya