Di tengah keasyikan Soa mengecap krim lembut disusul oleh gigitan kacang almond yang renyah, sebuah pertanyaan melintas di kepalanya. Pertanyaan yang membangkitkan antusiasnya untuk mengungkapkan kembali pada malaikat tentang apa yang ia pikirkan.
Andel memandang ke sekelilingnya dengan perasaan malu. Suara nyaring Soa sebelumnya bukan saja menarik perhatiannya tetapi juga menarik perhatian pengunjung lain. “Kau ini kenapa bicara nyaring begitu?” bisik Andel sambil memajukan tubuhnya. “Apa kau pikir ini lapangan bola sampai-sampai kau harus berbicara keras?”
Soa sangat mengerti apa yang Andel cemaskan. Menyusul ia mengedarkan pandangan dan mengangguk sopan seraya melempar senyum kepada pengunjung kafe di sekelilingnya. Berharap, senyuman itu akan mencairkan suasana dan membuat semua orang kembali sibuk dengan urusannya masing-masing.
“Aku mau menanyakan soal tanda itu kepadamu,” ujar Soa kembali kepada Andel.
“Tanda?”
“Ya. Bicara soal hangat. Bagaimana dengan udara hangat itu? Aku selalu bisa merasakannya sebelum kau datang. Itu berasal darimu, kan?” ucap Soa penuh penasaran.
“Hem ...” gumam malaikat itu sambil mengangguk-angguk paham. “Itu juga yang menjadi salah satu alasan mengapa aku menganggapmu cepat beradaptasi. Sebetulnya sejak awal pun setiap pasienku sudah bisa merasakan, tetapi tidak semua memiliki kecepatan menangkap sepertimu. Banyak dari mereka hanya menganggap itu hawa hangat dari alam yang tak memiliki arti. Ngomong-ngomong ... sejak kapan kau mulai menduga bahwa itu tanda dariku?”
Soa mencoba mengingat-ingat kenangannya. “Aku rasa ... sudah cukup lama aku menduganya. Mungkin bisa dibilang setelah pertama kali kita bertemu. Tubuhmu itu, ibarat orang yang memakai parfum. Dari jarak jauh aku bisa mencium aroma parfumnya, dan disaat orang itu mendekat, hidungku akan semakin kuat mencium wanginya. Sama halnya dengan kehadiranmu, semakin kita berdekatan, semakin aku bisa merasakan hawa tubuhmu yang hangat. Dari sanalah aku menduga, tanda hangat yang semula datang sebelum kau menampakkan diri itu berasal darimu.”
“Oh, begitu asumsimu.”
“Lalu, untuk apa kau memberikan tanda itu pada pasien... ah! Kenapa aku jadi ikut-ikutan menyebut pasien. Maksudku, kepada kami para manusia?”
“Aku melakukan itu supaya kalian tidak terkejut.”
“Apa! Jadi itu fungsinya?! Adakalanya kau tetap membuat kami terkejut, karena kau bisa muncul dari arah mana saja.”
“Aku tahu. Karna itulah aku memberi kalian tanda Lebih dulu. Dan pada kenyataannya, kedatanganku tidak selalu berjalan sempurna. Kau saja yang sudah bisa menangkap masih bisa kaget, apa lagi mereka yang belum memahaminya. Bagi mereka yang belum mengerti, sebetulnya aku lebih ingin mereka bisa menangkap sendiri, tapi kalau sudah lama memakan waktu dan tidak tangkap juga, aku akan memberitahukan yang sebenarnya.”
“Jadi seperti itu caramu menyapa?”