“Kau harus ingat Jim! Jangan katakan apa pun pada Ayah dan Ibu kalau aku bertemu Shane. Aku tidak ingin mereka mempersulit hubunganku dengannya.” Di dalam mobil menuju perjalanan pulang, Dori terdengar tegas mewanti-wanti. “Awas saja kalau kau sampai mengadu! Paling-paling Ayah hanya memarahiku. Sementara nasibmu, aku punya seribu cara untuk membuatmu terlihat buruk di mata Ayah sehingga dia tidak ingin memperkerjakanmu lagi.”
Lelaki yang mengemudi di depan Dori memasang muka cemas. “Ba–baiklah Nona.” Ah! Untuk ke sekian kalinya ia tak punya daya, profesinya sebagai sopir nona muda yang manja dan cerdik hanya bisa menurut dari pada terkena masalah.
“Itu bagus Jim. Kalau kau selalu kompak denganku suatu hari aku akan meminta Ayah untuk menaikkan gajimu.”
Mata si sopir berbinar-binar. “Benarkah, Nona?”
“Tentu saja. Tetapi jangan berharap dalam waktu dekat karena aku harus mengetes kesetiaanmu dulu.”
“Oh, siap Nona!” si sopir mengangkat tangan bersikap hormat penuh semangat. “Aku ... akan mengunci mulutku rapat-rapat.”
Dori tersenyum melihat tingkah sopirnya. “Itu bagus, Jim,” ujarnya membalas mengakhiri pembicaraan mereka.
Untuk beberapa lama yang entah sampai kapan Dori memang harus menyembunyikan hubungannya dengan Shane. Mereka memang tidak memiliki hubungan khusus seperti yang biasa orang-orang sebut dengan istilah ‘pacaran’. Hubungan mereka hanyalah sebatas hubungan antara teman, namun meskipun begitu ayah mereka yang memiliki hubungan tak baik akibat persaingan bisnis tetap tidak menyukai anak-anaknya saling dekat meski hanya sebatas teman.
“Soa?” Dori yang semula asyik memandang keluar kaca dijeda oleh keterkejutan yang muncul tiba-tiba. “Bukankah itu Soa?” gumamnya sendiri saat melihat dari kejauhan seorang yang ia kenal dekat sedang berjongkok di tepi ruang pejalan kaki sambil menangis sendiri. “Iya benar, itu Soa! Hentikan mobilnya, Jim!”
Jim langsung menuruti perintah majikan mudanya. Segera ia mengambil posisi aman untuk menepikan mobil yang ia kemudikan.
Setelahnya, Dori langsung bergegas turun dan berlari menghampiri perempuan yang ia yakini adalah Soa. Seorang pria tua dan gadis yang sebaya dengannya, ia lihat sudah lebih dulu menghampiri sahabatnya itu. Mereka adalah salah satu pejalan kaki yang Dori yakin sama terkejut seperti dirinya melihat tingkah Soa yang tak biasa.
“Soa. Ada apa denganmu?!” tanya Dori panik. Langsung ikut berjongkok menyejajarkan diri pada Soa. Namun sayangnya Soa tak menjawab apa pun, ia terus saja sesenggukan dan tangannya terlihat gemetar.
“Kau mengenalnya?” tanya pria tua itu.
“Ya. Dia temanku.”
“Aku dan anakku baru saja menemukannya di sini. Dia hanya menangis dan tidak menjawab pertanyaan kami sama sekali. Apa kau tahu di mana dia tinggal?”
“Ya Paman, aku tahu.”
“Syukurlah. Sebaiknya kau antar dia pulang sekarang. Malam sudah semakin dingin.”