Petaka Grazian

Yulian Juli
Chapter #64

Langkah Soa | 64

“Kami mengerti Soa, tetapi badanmu–”

“Aku sudah tidak apa-apa Hanna,” Soa langsung menyela. “Ini bahkan tidak seberapa. Ken yang di sana lebih membutuhkanku. Aku akan menguatkan diri, tubuhku harus membantuku. Ini kesempatan terakhirku untuk bisa bersamanya, atau aku akan menyesal seumur hidupku.”

Mereka tak bisa mematahkan alasan Soa. Begitu sulit memang untuk menemukan jalan lain yang lebih baik. Kesenyapan pun timbul di antara mereka, membuat mereka tenggelam dengan kecemasan di dalam hati masing-masing.

Soa tidak ingin membuang waktu untuk larut dalam kesunyian mereka. Tekadnya yang bulat, membuat kesulitan apa pun sudah siap ia hadapi. Sekeras apa saja pertentangan dari keluarganya, ia tetap harus menjemput Ken untuk pulang bersama.

Gadis itu beranjak bangun dari tempat duduknya. Namun tiba-tiba saja Zoe meraih tangan Soa lalu berkata, “Aku juga akan membantumu.” Soa agak bingung mendengar ucapan Zoe, begitu juga dengan Hanna dan Dori. Pemuda itu bangkit menyusul berdiri lalu tersenyum hangat, “aku akan mengantarmu. Ayo kita berangkat.” Dan dalam sekejap kata-kata itu langsung melukiskan senyum di bibir Soa.

"Bukankah mobilmu masih muat untuk dua orang lagi?” Hanna menyambung sambil ikutan berdiri.

Dori melongo bingung ke arah Hanna. “A–apa maksudmu?” ia terlihat mulai takut.

“Apa lagi, kita ikut menemani Soa.”

“Hah?! Ta–tapi....”

Zoe agak keberatan. “Sebaiknya kalian tidak usah ikut. Biar aku dan Soa yang menjemput Ken.

“Ah! Itu terdengar lebih baik,” Dori mendadak lega.

“Bukankah akan lebih baik jika kita bersama?” Hanna masih belum bisa menerima saran Zoe, membuat Dori kembali gelisah.

“Yaaa, memang,” jawab Zoe agak ragu.

“Lalu?”

“Aku hanya tidak ingin kehadiran kalian menarik perhatian mereka untuk menjadikan kalian calon kurban persembahan.” Seketika ketiga sahabat perempuannya bergidik ngeri. “Sudahlah, itu hanya dugaanku saja. Tapi... baiklah kalau kalian tetap ingin ikut,” tandas Zoe.

Namun kata prasangka itu sudah kadung masuk ke dalam pikiran mereka masing-masing. Terlanjur menancap dan memancarkan gelombang ketakutan.

Mereka saling terdiam sejenak, memikirkan keputusan apa yang ingin mereka ambil. Meski sedikit berbeda dengan Dori. Di dalam hatinya sejak awal ia sudah memilih tidak ingin ikut.

Hanna yang pada akhirnya memilih melawan ketakutan, memutuskan untuk tetap pergi. Keteguhan tekad Hanna membuat Dori jadi merasa tidak enak jika menolak, mulutnya dituntut tidak sejalan dengan kata hatinya.

Memberi jawaban berbeda ketika teman-teman sudah kompak menemukan kesamaan dalam bertindak jelas bukan hal yang mudah. Perasaan yang muncul, biasanya adalah dianggap tidak solider. Tetapi... apakah harus ikut menceburkan diri meski tidak punya keberanian apa lagi kemampuan?

Lihat selengkapnya