Petaka Grazian

Yulian Juli
Chapter #82

Teman Lama | 82

Usai mengakhiri pembicaraannya dengan Hanna. Soa langsung bergegas mempersiapkan diri untuk melakukan rencananya. Sempat ia melirik ke arah jam yang sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Di dalam hatinya ia sudah bertekad untuk mencari Arandra di taman tempat biasa mereka bertemu. Terlebih ia sudah mendapat kesempatan untuk bebas kapan pun mengawasi restoran, tentu itu menjadi hal yang tidak akan ia sia-siakan.

“Aku harus menunggunya sampai ia muncul. Seperti yang pernah terjadi sebelumnya, meski aku tidak memiliki cara untuk memanggil Arandra, tapi aku yakin ia akan datang dan menampakkan diri di depanku,” begitu gumam Soa di dalam hati.

Selang beberapa waktu, tibalah gadis itu di taman tempat ia dan Arandra bertemu.

Seperti biasa gadis itu duduk di salah satu kursi taman yang tersedia. Sesekali menengok kanan kiri mencari-cari di mana Arandra berdiri dan sedang mematung melihatnya.

Soa merasa yakin sekali, Arandra pasti datang dan menghampirinya. Namun ternyata semua tak semudah seperti sebelumnya. Menit demi menit berpacu. Sudah hampir tiga jam Soa berada di sana menunggu. Ia tidak melihat Arandra sekalipun menunjukkan rupa eloknya. Hal itu berhasil membuat Soa menjadi murung. Baru kali ini ia begitu lama menunggu Arandra, dan tak ada siapa pun yang menjadi teman bercerita.

Soa mengambil buku catatannya. Ia pikir mengisi kesendirian akan lebih baik jika ia menulis beberapa kalimat. Barisan kata yang ia wujudkan sebagai tumpahan rasa di dalam jiwa.

[Hai waktu. Kulihat kau masih tampak gagah di tengah kami. Menjadi saksi kami bertumbuh melewati suka dan duka. Bertindak baik dan buruk, serta lahir dan mati. Bagaimana? Bagaimana perasaanmu? Apa lakon yang kami mainkan bisa mengobati kesepianmu? Apa ada di antara kami yang berhasil membuatmu tertawa bahkan menangis? Mengaku saja kalau kau menikmatinya.

Ah ya! Kau penonton yang setia, maka biarkan aku bertanya. Pohon bertumbuh hingga menghasilkan buah. Burung bertumbuh hingga bisa terbang. Singa bertumbuh hingga menjadi raja. Bahkan laut asin pun menjadi hujan segar. Lalu kenapa manusia bertumbuh dan menjadi serakah? Bukankah kami sama-sama hidup seraya memutari siklus alam seperti mereka?

Kenapa kami bertumbuh untuk menyakiti diri kami sendiri? Bahkan orang yang kami sayangi?

Aku yakin kau tahu jawabannya. Sering aku lihat penonton lebih tahu inti masalah dan tindakan apa yang harus dilakukan oleh para pelakon, agar persoalan tidak berlarut dalam kerumitan.

Katakanlah. Jelaskan padaku lewat angin, hujan, tanah, dan api agar aku mengerti.

Atau kau diam-diam sengaja membiarkan ini? Mengikuti arus kisah, agar drama yang kau tonton tidak segera tamat karena kau sangat menyukai ceritanya? Menikmati kebingungan si baik melawan si jahat, dan menikmati kebingungan si jahat melawan dirinya sendiri.

Begitukah?

Kalau memang prasangkaku adalah jawaban yang tepat. Baiklah, aku mengalah.

Dan aku hanya ingin bilang. 

Lihat selengkapnya