“Hai Shane,” balas Dori tak kalah tersenyum hangat. Zoe lagi-lagi merasa curiga. Ia amati sikap Dori dalam pertemuan itu, sahabat perempuannya terlihat jadi malu-malu tidak seperti biasa. Padahal mereka hanya menyambut kehadiran Shane, seorang yang selalu membuat salah satu sahabat mereka merasa kesal. Bahkan mereka pun bisa saja ikut-ikutan terpancing amarah.
“Aku baru tahu dari Soa, Zoe. Ternyata kau yang menjadi pembawa acara di saat tadi Ivander Azura datang,” Shane membuka obrolannya.
“Ya. Untuk acara di sesi siang ini aku menjadi pembawa acaranya. Nanti malam akan ada pentas seni lagi, tetapi bukan aku yang menjadi pembawa acaranya. Karena itulah aku jadi bisa menikmati Festival ini sambil berkumpul dengan kalian.
“Wah, itu bagus sekali. Aku pun sangat senang kita bisa berkumpul dan mengobrol lagi.”
Mereka berenam sangat menikmati perjumpaan itu. Canda, tawa, cerita menjadi bahan komunikasi yang membuat waktu tak tampak di depan mata. Sesekali Zoe masih tertarik mengamati Dori, pembawaan dirinya kala ia berbicara pada Shane sungguh lembut dan jauh dari kesan buruk. Bertambah-tambah beban pikiran Zoe, apa pembawaan diri Dori berubah hanya untuk Shane? Hal yang biasa jika ada seseorang yang jatuh cinta, tidak ingin orang yang disukainya melihat keburukannya, bukan?
“Tapi... mana mungkin Dori menyukai Shane?” batin Zoe. “Zaman sekolah dulu, Dori selalu ada di pihak Soa. Bahkan ia bisa berani menendang bokong Shane jika Shane tak habis-habisnya mengganggu Soa dengan perasaan cintanya–ini betul-betul aneh!”
Hari sudah memasuki senja. Festival Sungai Arandra masih akan melanjutkan keramaiannya hingga tengah malam. Semakin banyak pengunjung baru berdatangan, lampu-lampu terang meriah menyala. Soa dan kelima teman-temannya sempat pula melihat-lihat untuk menikmati berbagai penawaran menarik yang diberikan kepada para penjual. Dari mulai aksesoris lucu, pakaian, hingga menikmati kuliner yang tersedia untuk ke sekian kalinya.
“Jika festival ini diadakan setiap minggu tubuhku akan semakin gemuk dan dompetku akan berubah kurus,” gurau Zoe diikuti tawa teman-temannya. “Aku tidak bisa menang jika melawan makanan enak di sini.”
“Dan kami para perempuan tidak kuat melihat aksesoris yang lucu-lucu,” timpal Hanna.
Tak lupa juga mereka mampir di zona permainan untuk mengejar hadiah-hadiah seru. Dari mulai memasukkan bola ke ring basket, bermain kuis menemukan kata tersembunyi,menembakkan bola dari kejauhan agar air di dalamnya tumpah, dan masih banyak lagi. Untuk permainan menembak bola hanya Shane yang dapat melakukannya dengan baik. Sembilan belas bola dari dua puluh ia pecahkan dengan hebat, alhasil sebuah gelang perak dengan liontin berbentuk matahari dan awan-awan kecil pun ia dapatkan.
“Wah, kau hebat sekali Shane,” puji Dori malu-malu. Tak ingin teman-temannya mendengar, karena ia berpikir bisa saja itu membuat mereka semakin curiga kalau ada hubungan serius antara ia dan Shane.
“Terima kasih, Dori,” sahut Shane berseri-seri.
Berbeda dengan teman-temannya yang masih memiliki tenaga untuk bersenang-senang. Soa justru sudah mulai merasa kelelahan. Tidak ingin memaksakan diri, ia pun berkata pada mereka untuk pulang saja lebih dulu.
“Dasar payah, ini baru jam setengah delapan. Masa mau pulang! Padahal sebentar lagi pentas seni malam akan dimulai,” protes Zoe pada Soa. Diam-diam rasa takut kehilangan di dalam hatinya kembali muncul.
“Aku betul-betul lelah Zoe. Aku mau pulang,” pungkas Soa, memang tampak jelas dari wajahnya.
“Baiklah kalau begitu, aku akan mengantarmu dulu. Joice, kau mau tunggu di sini atau ikut denganku mengantar Soa?”
Belum sempat Joice membalas, Soa sudah menolak lebih dulu keinginan Zoe. “Tidak usah, Zoe. Aku bisa pulang sendiri. Kalian tetap bersenang-senanglah di sini.”