Sementara itu kembali di Festival Sungai Arandra.
“Acara musiknya setengah jam lagi akan dimulai, bagaimana kalau kita ke Zona panggung sekarang?” usul Zoe.
“Baiklah,” sahut Joice. Disusul anggukan setuju oleh Hanna.
“Aku mau pulang,” tiba-tiba Dori berkata.
Zoe, Hanna, dan Joice mengerjap kebingungan. “Kenapa denganmu? Dari tadi diam saja, tapi sekalinya bicara ingin pulang,” pungkas Hanna.
“Aku juga sudah lelah.”
Zoe jadi tertarik menggoda. “Kau lelah karena tenagamu memang habis, atau lelah karena kecemburuanmu melihat Shane mengantar Soa pulang?” lantas ia pun terbahak-bahak tak peduli dengan perasaan Dori.
Dori yang merasa malu karena Zoe sudah menggodanya langsung saja meninju kesal lengan lelaki itu dan membuatnya mengeluh kesakitan. “Dasar berisik!” hardik Dori. “Aku tidak mungkin cemburu pada sahabatku sendiri! Aku memang betul-betul lelah!”
“Baiklah-baiklah. Terserah kau saja tuan putri,” sahut Zoe sambil memegang lengannya yang nyeri. “Lihatlah, Hanna. Gadis ini akan menjadi buas jika dia sedang cemburu!” baru saja Dori ingin mendaratkan tinjunya lagi di lengan Zoe, buru-buru pemuda itu langsung pergi seraya menarik tangan Joice.
“Dasar menyebalkan!” keluh Dori. Tak tahu kalau Hanna pun sedang senyum sembunyi-sembunyi melihat tingkahnya.
***
Arandra masih termenung seorang diri memandang aliran sungai di bawahnya. Jembatan tempatnya berdiri menjadi benda mati yang setia menemani.
Masih terbayang dalam ingatannya bagaimana Soa berjalan beriringan bersama Shane teman lama yang baru dijumpai. Ada senyum yang merekah dari keduanya, sorot mata bercahaya bagai bintang di tengah gulita, dan tawa yang mewarnai tahun-tahun tak jumpa.
Arandra gusar, namun tak mampu melawan. Ditambah dengan kata-kata Soa yang tidak menganggap perasaannya ada, itu membuatnya semakin merasa jauh tertinggal. Bahkan merasa berada di arena yang sama untuk berkompetisi mendapatkan hati Soa pun tidak.
“Mereka memang lebih serasi,” lirih hantu itu seorang sendiri.
“Mereka siapa?!” Arandra tersentak hebat mendengar suara itu. Kegusarannya langsung luntur begitu saja ketika melihat seseorang yang datang mengagetkannya.
“Ka–kau?” dilihatnya Soa telah berdiri tak jauh darinya. “Kenapa kau ada di sini? Pakai mengajakku bicara pula, apa kau tidak takut disebut gila?!"
Soa menoleh ke kanan dan ke kiri. “Lihatlah. Hanya ada kita dan kendaraan yang jarang lalu lalang di sini. Warga Melvin sedang sibuk dengan festival,” jawab gadis itu santai.
Arandra ikut-ikutan mengedarkan pandangan pada sekitar mereka. Dalam hati akhirnya ia merasa perlu membenarkan ucapan Soa. “Oh–iya,” ujarnya datar.
Soa pun melanjutkan. “Kau belum menjawab pertanyaanku.”
Arandra mendadak salah tingkah menanggapi pertanyaan gadis di dekatnya. “Hem, bukan siapa-siapa.”
Soa memilih tak ingin langsung percaya. “Benarkah? Aku mendengarnya dengan jelas. Kau bilang mereka sangat serasi.”