Petaka Grazian

Yulian Juli
Chapter #100

Kejutan Untuk Molek | 100

Waktu begitu cepat berlari. Senja pun telah menampakkan batang hidungnya. Soa tertegun di luar pintu restoran. Hatinya mendadak galau, setelah semua pekerjaannya selesai dan bersiap pulang, entah mengapa rasanya ia ingin sekali mengunjungi taman.

Ia rindu, tetapi enggan mengaku. Ia merasa sudah seharusnya ia tahu diri dan tidak mendekatinya lagi.

Arandra, Arandra, dan Arandra. Lelaki itu sudah mengganggu pikirannya. Bertabrakan begitu keras terhadap masa lalunya. Soa meyakini, bila saja Arandra tahu siapa dirinya, tentu tak akan ada lagi mata yang berbinar yang bisa ia lihat dari si pemilik wajah elok kala mereka bertemu.

Canda itu akan hilang. Tawa itu akan lenyap. Sehingga yang tersisa hanyalah kesedihan dan kebencian. 

Tapi Soa rindu. Rindu yang tak tertahan apa lagi bisa di cegah. Setidaknya, bisa melihat sedikit saja wajah Arandra, itu akan membuatnya merasa tenang.

“Tidak! Bisa jadi justru malah membuatku merasa bersalah,” begitulah perasaan lain Soa menahan.

Rasa istimewa itu sudah membelenggunya. Tetap mendekat atau pun menghindar, tentu itu akan sama sakitnya. 

“Soa... Soa!” lagi-lagi Soa membatin. “Dulu kau menuntut kejujuran Arandra dan dia berani melakukannya. Sementara giliranmu yang seharusnya jujur, justru kau mengumpet seperti seorang pengecut!

“Ya, aku memang pengecut! Aku tidak mau kehilangan Arandra. Tapi... aku memang takut. Bagaimanapun yang Arandra cintai hanyalah Molek, bukan Sancho!

“Tentu saja, apa kau pikir dia homo!

“Oh ya, benar juga. Uuh...! Bukan itu maksudku! Maksudku... dia hanya mencintaiku sebagai Molek, bukan Soa. Soa si gadis yang lemah lembut dan cantik, tetapi di kehidupan pertamanya ia terlahir sebagai pria yang bersifat keras seperti monster.”

Soa menarik nafasnya dalam-dalam, merasa kalah pada nasib yang tiba-tiba saja datang memberi kejutan. Pikirannya semerawut, sama sekali tidak menemukan titik terang sedikit pun tentang langkah apa yang harus ia ambil.

“Mau sampai kapan kau melamun?”

Soa yakin ia tidak salah dengar. Matanya mengedip-ngedip bingung. Suara tak asing itu terdengar jelas di telinga kirinya. Pelan-pelan ia menoleh.

“Arandra?!” serunya kaget.

“Ya, aku. Kenapa kau terkejut begitu?”

Soa melihat ke sekelilingnya. 

“Hah?! Bagaimana bisa aku di taman?! Tadi seingatku... aku masih berada di depan restoran!”

Arandra bersilang tangan. “Dan bagaimana bisa kau berjalan sambil melamun sejak dari restoran tadi?!”

“Hah?!”

“Hah kau bilang! Kau tahu kan itu berbahaya?!”

Soa melirik Arandra. “Bagaimana kau tahu aku dari restoran?”

Lihat selengkapnya