Soa mengangguk pelan. “Ya. Disaat aku menyambutnya, pertunangan ini datang.”
“Soa jadi kau!” Joice langsung menutup mulutnya agar tidak berkata melampaui batasan pembicaraan rahasia mereka terhadap Daniel.
Lagi-lagi Daniel melirik sesaat lewat spion tengah.
“Fokuslah mengemudi, Daniel! Jangan sampai kau hampir menabrak lagi.”
Daniel langsung gelagapan mendapati Soa yang ternyata menyadari perbuatannya. “Ba – baik, Nona.”
“Kau harus tahu, Joice,” Soa melanjutkan percakapannya. Tatapannya pekat, memandang Joice di sebelahnya. “Dia sudah menjadi istimewa di hatiku. Pertunangan ini tidak berarti apa-apa. Aku akan mencari cara untuk membatalkannya.”
Wajah Joice langsung berubah serius. “Kau bersungguh-sungguh?”
“Ya Apa ekspresiku terlihat sulit dipercaya?” Soa bertanya balik, ada kesan canda yang ia berikan.
“Apa yang terbayang dalam pikiranmu untuk membatalkannya?”
Soa terdiam sesaat. “Hem... belum ada. Tetapi kalau kau punya ide, aku siap mempertimbangkannya.”
Mobil terus melaju. Menuju tempat di mana orang-orang telah menunggu. Ucapan Soa amat mengganggu pikiran Joice, ia hanyut dalam lamunan memikirkan apa yang kira-kira akan Soa lakukan. Joice juga tak habis pikir, bagaimana bisa sosok hantu memiliki tempat istimewa di hati Soa ketimbang makhluk nyata yang perawakannya hampir sempurna.
Selang 15 menit kemudian.
Mobil yang ditumpangi Soa dan Joice tiba di Restoran Mannaf. Segera Soa masuk menuju ruangan yang sudah disiapkan Gensi, tentu saja hal itu membuatnya harus berpisah dengan Joice.
Berjalan cepat gadis itu. Dan di saat ia tiba di depannya, hampir ia ingin meraih gagang pintu ruang eksklusif justru keraguan menyerangnya begitu kuat.
“Kenapa perasaanku jadi tidak enak lagi!” Soa membatin. “Siapa sih orang-orang di dalam sana?! Kenapa Gensi harus menyembunyikannya dariku?! Apa ini ada hubungannya dengan keluarga Jorell?!” gadis itu gusar dalam hati.
Soa berusaha mengintip, tetapi sayangnya pintu itu di desain tidak memiliki lubang kunci. Kalau dibuka sedikit, dia sangat khawatir akan ketahuan.
Tiba-tiba seorang pelayan wanita keluar dari dalamnya. Buru-buru Soa menghindari pintu, berpikir jangan sampai yang di dalam ruangan melihatnya.
Setelah pintu itu kembali di tutup.
“Hei! Merry!” dengan suara berbisik namun masih tegas terdengar Soa memanggil pelayan wanita itu.
Merry berbalik arah, dan terkejut melihat Soa di belakangnya sambil memberi kode dengan telunjuk di bibir agar jangan menimbulkan kebisingan di antara mereka berdua.
“Kau tahu siapa yang di dalam?” bisik Soa setelah berjalan mendekat pada Merry.
Merry menggeleng. “Tidak, Nona.”
Soa mendesah menyayangkan. “Eh, atas nama siapa tempat ini di pesan?”
“Nyonya Gensi.”