Sesampainya Soa di rumah sakit, ternyata bukan hanya Dori yang berada di sana. Zoe, Hanna, dan Joice juga ikut menemani Dori menunggu Shane hingga sadar. Joice? Ya – joice. Hubungannya dengan Zoe sudah semakin dekat sehingga gadis itu mulai banyak dilibatkan.
“Untuk apa kau ke sini?!” baru saja melihat wajah Soa, Dori sudah langsung menunjukkan amarahnya. Hanna yang berdiri di samping Dori berusaha menenangkan.
“Aku ingin memastikan keadaan Shane.”
“Pergilah, Soa! Atau wartawan akan memburumu hingga ke sini! Aku tidak mau sampai terjadi apa-apa dengan Shane lagi!”
Soa merasa sedih diperlakukan Dori tak bersahabat begitu. Ia menyadari kesalahannya, tetapi ia juga ingin Dori memberinya kesempatan untuk menemaninya di sini.
“Soa, bisa kita bicara sebentar?” Zoe bangun dari duduknya dan menghampiri Soa. “Tetapi tidak di sini. Ayo kita cari tempat lain. Bukan hanya Shane yang membutuhkan ketenangan, tetapi juga Dori.”
Melihat Dori yang sama sekali tak memberikannya lampu hijau. Soa akhirnya mengiyakan ajakan Zoe untuk bicara serius dengannya. Setelahnya mereka menuju kantin rumah sakit untuk membahas apa yang telah terjadi pada Shane. Dan tak lupa, Joice juga ada di sana.
“Kau pasti sudah tahu, Shane dikeroyok orang tak dikenal saat sedang bertemu Dori.”
Soa mengangguk mengiyakan.
“Sebelum terjadi pemukulan itu, Shane sempat mengungkapkan bahwa ia dan dirimu menjadi pemberitaan media. Anehnya, ia tidak ingat apa pun pernah melakukan hal seperti di foto-foto itu. Kau pasti mengerti kan maksudku?”
Soa diam hanya tertunduk lemah.
“Katakan apa yang sebenarnya terjadi, Soa? Kenapa Shane sampai tidak bisa mengingatnya? Dia seperti orang lugu yang terpaksa menjadi korban."
Soa memberanikan diri mengangkat wajahnya. Ditatapinya Zoe dan juga Joice dengan perasaan ragu untuk bercerita.
“Yang ada di foto itu bukan Shane kan, Soa?” Joice tiba-tiba saja memastikan. Membuat Soa dan Zoe sama-sama terperanjat.
“Apa maksudmu, Joice?” Zoe mulai kebingungan.
Soa paham, tak ada yang bisa Soa sembunyikan kepada Joice jika itu menyangkut soal Arandra. Gadis itu kembali tertunduk diam membeku, membiarkan Joice menjelaskan segala sesuatunya kepada Zoe.
“Apa! Jiwa makhluk lain?!” Zoe langsung menutup mulutnya. Menengok kanan kiri memastikan tak ada seorang pun yang mendengar ungkapan kekagetannya. Syukurlah, kantin memang sedang sepi.
Joice melirik ke arah Soa, sorot matanya menyiratkan bahwa ia ingin Soa buka suara dan menjelaskan secara langsung kepada Zoe. Karena biar bagaimanapun, Soalah yang paling berhak untuk menceritakannya.
“Dia bernama Arandra, Zoe,” mulai Soa. “Seseorang yang pernah hidup di masa lalu, dan sekarang menjadi roh budak untuk menyesatkan manusia.”
Kaki Zoe serasa lemas mendengarnya. Sulit untuknya tak percaya, karena sahabat dan gebetannya sendiri yang mengatakannya. “Roh – budak katamu?”