Petaka Grazian

Yulian Juli
Chapter #116

Ajakan Felix | 116

Soa segera masuk ke dalam mobilnya. Tangisnya langsung pecah, tersedu-sedu menelan pil pahit yang diberikan oleh Zoe dan Dori. Perasaan merasa sendiri mulai menghantui batinnya. Andel, Zoe, Dori, satu persatu mengambil jarak jauh dengan alasan yang mereka bilang untuk kebaikan tetapi sangat sulit diterima.

“Kenapa kalian tidak mengerti perasaanku!” batin Soa lagi. Lalu menghabiskan sisa tangisnya yang masih ingin tumpah.

Sekotak tisu datang menghampiri. Diberi dari tangan seorang pria yang duduk siaga di depan kemudi.

“Terima kasih,” ujar Soa dengan suara serak sambil menarik beberapa lembar tisu. “Ayo kita pergi saja dari sini, Daniel,” lanjut Soa lirih.

“Baiklah, tapi hentikan dulu air matamu.”

Soa tersentak. Ia pikir bisa-bisanya Daniel berkata seperti antara teman begitu. Suara beratnya juga terdengar berbeda. Sesaat kemudian si pria di balik kemudi menoleh menunjukkan wajahnya kepada Soa.

“Hah! Tuan besar?!”

 “Ya, kau benar.”

“Di mana Daniel?” Soa memandangi kanan kirinya. Namun area parkir yang dilihatnya dari dalam mobil justru malah sepi.

“Sudah pergi. Aku sendiri yang akan mengemudikan mobil ini.”

“Jadi kau sedang membutuhkan mobil ini. Baiklah – aku akan turun.” Soa langsung menarik kait pintu mobil.

“Tunggu! Bukan itu maksudku. Aku ingin kau ikut denganku.”

Sejenak Soa terdiam kebingungan. “Ke mana? Bertemu wartawan lagi?” tanyanya kemudian.

“Tidak. Ke suatu tempat berbeda.”

Wajah Soa langsung berubah takut. “Apakah – itu adalah tempat pengorbananku?” kalimatnya terdengar terhambat.

“Ha?”

Soa mulai bertanya tak karuan. “Apakah hari ini waktunya, Tuan? Apakah aku akan mati hari ini? Aku – aku belum pamit pada teman-temanku. Bisakah tunggu sampai hubungan kami membaik? Ken! Ya ampun Ken! Aku juga harus pamit padanya. Gensi? Oh ya! Aku harus mendengar permintaan maafnya padaku dulu! Ba – bagaimana tempat itu? Apakah sangat menyeramkan seperti di film-film horor? Apakah aku akan tidur di atas altar dengan orang-orang menggunakan jubah di sekelilingku?”

Kalevi mendesah lelah seraya geleng-geleng kepala. “Kau betul-betul gadis bodoh.

“Apa aku keliru?”

Lihat selengkapnya