Petaka Grazian

Yulian Juli
Chapter #120

Hadiah | 120

Soa pikir, mungkin lebih baik ia berhenti mempublikasikan karyanya saja dan menikmatinya seorang diri. Buat apa disebar? Nyatanya tidak ada yang suka. Sementara sekarang, karyanya justru banyak dicari orang. Ini kali pertamanya ia merasa berarti dengan hobi sejak kecilnya itu.

Ia kini juga mengerti. Ternyata kepopulerannya sebagai calon istri Kalevi betul-betul berguna dalam hobbinya ini. Rasanya ia jadi tak sabar untuk menunjukkan karya lainnya yang tersimpan.

Soa lantas membuka sosial mediannya yang sudah lama tidak ia periksa. Benar saja – pemberitaan demi pemberitaan beberapa waktu belakangan telah membuat jumlah pengikutnya melonjak hebat. Mereka semua mendukung untuk ia berkarya lagi. Bahkan isi pesan pribadinya sudah sampai pada tahap menawarkan Soa untuk menjadi salah satu model iklan produk mereka.

Soa sungguh terpana. Ia sampai-sampai mencubit pipinya, dan sadar bahwa ini memang bukan mimpi setelah rasa sakit dari cubitan itu mencengkeram menyakitkan. Bangun gadis itu bangkit berdiri, dan melompat-lompat di atas tempat tidur menikmati kegirangan di hati bagaikan bocah yang menari di tengah hujan.

Ken yang mendengar teriakan dan tawa senang kakaknya langsung masuk ke kamar Soa tanpa mengetuk pintu. Dengan wajah terheran-heran sekaligus masih mengantuk ia bertanya lugu, “Kau kenapa, Soa?”

Soa berhenti sejenak lalu langsung mencari-cari suara kecil itu. “Oh! Tidak apa-apa Ken. Aku hanya sedang senang! Aku sangat-sangat senang! Impianku tercapai, Ken! Impianku tercapai!” lalu kembali melompat-lompat kegirangan.

“Impianmu?”

“Nanti akan kuceritakan. Sekarang biarkan aku bersenang-senang dulu! Ha ha ha...”

Ken yang masih bingung dengan jawaban Soa akhirnya cuma bisa melongo menonton gerak-gerik riangnya.

“Ah! Arandra,” seketika Soa jadi teringat Arandra. Ia berinisiatif untuk membagikan berita bahagia ini kepada pria yang dicintainya. Bergegas ia melompat turun dari tempat tidur lalu pergi menuju kamar mandinya untuk bersiap menemui hantu tampan itu. Dilupakannya Ken yang masih menunggu kejelasan di sana.

“Kenapa aku ditinggal?” heran Ken yang melihat Soa masuk ke kamar mandi. Karena kebingungannya tak membuahkan apa pun. Ia akhirnya keluar dari kamar Soa dan berniat melanjutkan tidurnya lagi di kamarnya sendiri. “Dasar orang dewasa!” keluhnya seorang diri.

Soa masih terlihat terburu-buru bersiap-siap. Selesai mandi dan berpakaian sesuai seleranya ia lantas turun dari kamar dan berniat mengambil dua helai roti untuk ia makan di jalan. Namun siapa sangka, saat ia tiba di meja makan ternyata ayahnya sudah berada di meja yang sama.

Soa berdiri mematung dan kebingungan bagaimana ia bisa mengambil roti atau sekedar lewat untuk langsung ke luar rumah. Karena kedua sikap itu sama-sama harus membuat ia berpapasan dengan Felix.

Begitulah mereka berdua. Meski dalam satu rumah, mereka sudah tidak saling bertegur sapa dan sama-sama saling menghindar. Termasuk saat sarapan. Sekitar dua minggu belakangan bahkan Felix tidak menampakkan batang hidungnya sama sekali di rumah. Ia sibuk ke luar kota untuk perluasan cabang restoran.

Lihat selengkapnya