Kalevi dan Soa kembali memasuki ruangan. Keselarasan mereka berjalan berdampingan sempat menarik perhatian Megha yang semula ikut berbincang dengan beberapa tamu di depannya.
Raut muka Megha terlihat tak suka. Rasa memiliki Kalevi dan rasa melepaskan pria itu membentur seperti antara dua batu keras. Mengguncang hati Megha membuatnya gelisah.
Megha menarik wajahnya dari memandangi Kalevi dan Soa, lalu beralih menatap Molly yang berdiri tak jauh darinya. Ia lihat wanita keji itu tampak senang di tengah para tamu dengan memamerkan senyum khasnya. Dan di saat itu pula terbayang kembali dalam benak Megha segala bentuk penderitaan keluarganya.
Terbayang bagaimana ia dan keluarganya bertahan hidup. Menanggung lapar dan keterasingan. Jalan yang ia dan keluarganya lewati begitu sempit dan sesak. Membuat mereka harus bertempur pada nasib setiap harinya.
Setelah Megha dipecat dari tempatnya bekerja sebagai guru TK atas tuduhan kekerasan terhadap anak. Ia mencoba melamar di sekolah-sekolah lain, namun tak satu pun dari mereka yang mau membuka kesempatan untuk seorang pelamar yang namanya sudah tercemar. Megha bahkan sampai mencari pekerjaan yang tidak sesuai dengan ijazahnya, dan nyatanya masih saja kesempatan itu tertutup.
Hingga akhirnya ia tahu, bahwa semua kegagalan yang ia temui merupakan kelicikan yang dibuat oleh Molly. Wanita itu tega menutup semua kesempatan untuknya dengan membayar bahkan mengancam siapa pun yang berniat memberi pekerjaan kepadanya.
Bayangan itu membawa Megha kembali pada tujuannya sekarang. Tak peduli lagi, pada apa yang disebut cinta sejati. Ia sudah lelah mengharap sesuatu yang mustahil ia dapat. Ia sadar bahwa Kalevi bukan lagi cinta sejatinya, pria itu sudah tidak menjadi cita-citanya. Baginya kini Kalevi hanyalah sebuah batu loncatan yang mempertemukan ia dengan kemewahan dan tentu saja keluar dari jurang kesulitan. Maka dari itu, melupakan cintanya pada Kalevi adalah sebuah kepastian.
Sadar bahwa membayangkan kenangan adalah hal tak berguna, Megha pun kembali menikmati perbincangan dengan para anggota di depannya. Tak menyadari bahwa Molly telah menghilang di tengah keramaian bersama Kalevi.
“Apa yang sudah kau lakukan Molly?” sebisa mungkin Kalevi bersikap tenang setelah meminta baik-baik pada Molly untuk berbicara berdua di balik panggung. “Aku sudah sangat berhati-hati dalam perjanjian kita. Tapi kau justru mendorongnya ke dalam Grazian.”
Wanita paruh baya itu mendengus penuh percaya diri. “Jadi kau pikir aku mendorongnya? – kau salah besar, Levi. Aku hanya sedang menguji keyakinannya.
“Dan sekarang kau bisa lihat sendiri – keyakinannya pada cinta kalian tidak sebesar yang kau kira.”
Kalevi terhenyak oleh ucapan kakaknya.
“Sudahlah Kalevi. Berhentilah mengharapkan sesuatu yang tak mungkin kau dapatkan. Megha hanyalah rakyat biasa, dan di Grazian pun dia hanya menjadi budak berkasta rendah.
“Biarkan aku yang akan mencarikanmu pasangan yang berdarah murni Jorell.”
Kalevi terdiam sesaat, sebelum akhirnya ia berkata. “Oh ya? Hoh!” dengus pria itu. “Haruskah aku mendengar saranmu setelah semua ini.”
Seketika Molly dibuatnya memicingkan mata.
“Ingat, Molly. Apa yang kau lakukan bagiku adalah sebuah awal. Bahwa kau tidak akan bisa mengendalikanku lagi.