Hari ini Kalevi memiliki temu janji dengan salah satu perwakilan partner perusahaannya. Mereka berniat untuk membangun sebuah resort kelas atas baru di salah satu desa di Denzel.
Pria itu terlihat sibuk dengan dokumennya saat seorang sekretarisnya mengetuk pintu dan mengatakan bahwa tamu yang ditunggu telah hadir. Segera ia meminta sekretarisnya untuk membiarkan tamu itu masuk.
“Selamat siang, Tuan Kalevi.” Kalevi tak mengira jika yang datang adalah seorang wanita. Segera ia menaikkan wajahnya, dan betapa terkejutnya ia saat tahu ternyata Megha adalah orang yang mewakili perusahaan itu. Ia datang bersama seorang lelaki dan perempuan yang terlihat lebih muda darinya.
Kalevi hampir tak bisa berkata apa-apa mendapati wajah yang sungguh dikenali oleh hatinya. Namun berbeda dengan Kalevi, Megha justru terkesan lebih menguasai diri. Ia bersikap sangat profesional, seolah tidak pernah terjadi sesuatu yang menyakitkan di antara mereka.
Sekitar satu jam mereka membicarakan proyek yang akan mereka jalankan bersama. Setelahnya Megha dan kedua karyawannya tanpa ingin berbasa-basi pamit undur diri hendak meninggalkan Kalevi.
“Bisa kita bicara empat mata?” Kalevi memberanikan diri mengatakan hal itu kepada Megha sebelum wanita itu betul-betul menghilang dari ruang kerjanya.
Megha sempat ragu untuk berbicara berdua dengan Kalevi. Namun melihat tatapan dalam pria itu yang amat mengharapkan penerimaannya maka ia pun meminta kedua karyawannya untuk keluar lebih dulu dan menunggu mereka di lobi.
“Jadi kau terlibat dalam proyek ini,” mula Kalevi saat mereka mulai memiliki waktu berdua.
“Aku yakin kau tidak lupa bahwa keluargamu bisa menempatkan diriku di mana pun,” Megha bereaksi dingin.
Pria itu memandangi Megha yang berdiri di depannya tanpa jeda. Sosok wanita yang dicintainya kini tak lagi bisa ia lihat di sana. Wanita yang periang dengan senyum tak sulit mengembang. Sosok lembut itu lenyap, berganti menjadi seorang wanita dingin dan berambisi kuat.
“Kau sudah mendapat apa yang kau inginkan. Apa kau bahagia?”
Megha tertawa keras. “Jadi hanya untuk pertanyaan bodoh itu kau menginginkanku untuk tetap di sini.”
“Kembalilah padaku Megha, aku yakin kita akan menemukan jalan keluar.”
“Kau semakin terlihat bodoh, Kalevi.
“Megha kau –“
“Berhentilah membicarakan ini!!!”
Soa terlihat memasuki sebuah gedung perkantoran. Sepanjang ia melewati karyawan, mereka semua menyapa Soa penuh rasa hormat dengan badan sedikit membungkuk bahkan tak segan memanggilnya dengan sebutan Nyonya. Dalam hati sebetulnya Soa merasa kikuk. Ini kali pertama ia dihormati seperti ini. Ternyata setelah sah menjadi istri Kalevi sikap semua orang pun berubah drastis.
“Ah, Nyonya Soa. Selamat sore,” Alia sekretaris Kalevi menyapa Soa saat melihat istri bosnya berjalan mendekat.
“Alia, kenapa kau juga bersikap sama seperti mereka. Bukankah kita teman?” Soa meringis canggung.