“Aku senang sekali bertemu denganmu di sini, Joice.” Soa sungguh terlihat riang saat tiba giliran Joice berhadapan dengannya untuk memperoleh tanda tangan.
“Apa lagi aku! Aku adalah penggemar beratmu Soa. Karyamu membuatku jatuh cinta.”
Soa tersenyum lebar mendengar pujian Joice. Hatinya sangat berbunga-bunga mendapat reaksi positif seperti itu.
“Boleh aku minta foto bersamamu?” lanjut Joice.
Soa mengangguk tersenyum. “Tentu saja.”
Bukan cuma Joice dan yang hadir di sana saja yang mengungkapkan kegembiraannya berjumpa dengan Soa juga jatuh cinta pada karyanya. Respons positif itu pun juga diterima Soa lewat sosial medianya dan sosial media penerbit. Sempat salah satu manajer pemasaran menemuinya dan memberi selamat sekaligus menginfokan bahwa penjualan novel perdana Soa telah habis hanya dalam waktu lima belas menit setelah detik peluncuran. Maka penerbit akan segera mencetak ulang untuk memenuhi permintaan.
Jika Soa tidak merasa malu ingin sekali ia melompat-lompat di depan si manajer itu. Namun ia sadar ia harus menjaga kesan agar terlihat tetap berwibawa, dan segala ungkapan kebahagiaannya ia sampaikan hanya lewat kata-kata di depan para wartawan yang sudah menunggunya lama untuk mewawancara.
“Aku sangat senang sekali. Sulit buatku untuk menggambarkan perasaanku sekarang,” jawab Soa dengan senyum yang tak henti-hentinya mengembang.
“Aku sangat senang banyak orang-orang yang menyukai karyaku. Hari ini adalah hari yang sudah lama kunantikan.”
“Aku berterima kasih sekali kepada semua pihak yang sudah mendukungku. Terutama para pembaca yang merasa senang dengan karyaku.”
“Ya – film yang diangkat dari cerpenku sudah setengah proses pembuatan. Novelku selanjutnya akan segera terbit dan saat ini aku sudah mulai mengerjakan novel terbaruku.”
Begitu lugas Soa menjawab pertanyaan para wartawan. Ia tak segan menjawab apa pun yang mereka tanyakan tentang karya dan rencana selanjutnya. Membuncah bahagia masih saja terasa kala ia menjalani waktunya bersama mereka.