Petaka Grazian

Yulian Juli
Chapter #140

Bulan Madu | 140

Gensi bersama Ezard masih dalam perjalanannya menuju rumah. Malam yang menyenangkan untuk mereka karena baru saja menikmati dinner berdua di salah satu restoran Prancis terbaik di pusat kota Melvin.

Semenjak kesuksesan mendekati mereka, tentu makan malam mewah bukan hal sulit untuk mereka dapatkan. Bahkan keluarga mereka sendiri sudah memiliki bercabang-cabang restoran bergengsi.

Ya. Restoran Mannaf berkembang cepat sekali. Apa lagi setelah Gensi dan Edzard memutuskan bergabung dalam keanggotaan Klub Jorell. Saat ini mereka juga sudah memiliki kantor manajemen sendiri yang terdapat di pusat kota. Penghasilan restoran mereka semakin meningkat dan kini bisnis keluarga Mannaf berniat menggurita ke bidang-bidang lain seperti pembangunan hotel.

Peluang Gensi dan Edzard untuk menikmati segala fasilitas hidup sekarang lebih besar. Tidak seperti sebelumnya yang jika ingin makan di tempat mewah harus menabung dulu yang entah sampai kapan. Itu pun – jika masih ada sisa uang untuk ditabung di luar dari kebutuhan utama mereka. Seringnya – memang tidak ada sisa.

“Sayang, aku berniat untuk membelikan ibu rumah yang lebih bagus dari sekarang. Apa kau setuju?” Edzard mengutarakan maksud hatinya kepada Gensi untuk memberikan yang terbaik kepada ibu kandungnya.

Gensi sempat terdiam sesaat, sebelum akhirnya ia menjawab, “Tentu saja. Kita bisa mencarikan rumah yang sesuai dengan keinginan Ibu mulai besok.”

Begitu senang hati Edzard mendapat sambutan baik dari istrinya. Walau Gensi sering tidak cocok dengan sikap ibu mertuanya yang cerewet, berkuasa, dan suka membanding-bandingkan, akan tetapi Gensi tetap ingin menjadi menantu yang baik. Sempat ia berpikir, barangkali ini adalah kesempatannya untuk membuat ibu mertuanya bangga padanya. Dia bisa menunjukkan kelebihannya sebagai seorang menantu dengan membelikan sebuah rumah. “Semoga saja!” Itu harapannya.

“Bagaimana jika kita juga merencanakan liburan?” sambung Edzard lagi, sambil sesekali melirik ke spion tengah.

“Liburan?” Gensi lebih terkejut untuk hal satu ini. Sudah lama sekali ia dan Edzard tidak melakukan perjalanan berdua ke tempat indah berhari-hari tanpa memikirkan pekerjaan. Terakhir melakukannya saat mereka baru saja menikah.

“Anggap saja ini bulan madu kedua kita,” lirik sesaat Edzard dengan sebuah senyum tanpa terlepas dari fokusnya yang sedang menyetir.

Gensi merespons dengan antusias rencana itu. Senyumnya merekah lebar menyetujui. Ia berharap setelah berlibur dengan Edzard, mereka akan dikaruniai keturunan yang sudah lama mereka nanti-nantikan.

“Jadi Denzel bagian mana yang akan kita kunjungi? Aku akan meminta sekretaris kita mencarikan tiketnya,” balas Gensi.

“Untuk apa masih di Denzel.” Edzard berhasil membuat Gensi kebingungan. “Kita ke luar negeri saja. Aku tertarik sekali dengan Labuan Bajo.”

“Wah! Tempat indah itu?!”

“Yes! Kau sudah lama menginginkannya juga, kan?”

“Ya! Aku mau! Aku mau, sayang!” Gensi melompat di tempat duduknya. Ia betul-betul kegirangan seperti anak kecil di samping suaminya itu. Sempat ia memeluk Edzard sejenak. Mengucapkan rasa terima kasihnya karena ia sungguh merasa malam itu Edzard sangat membahagiakannya.

“Kita tidak akan pernah lagi berhenti berbahagia sayang,” yakin Edzard membalas rasa terima kasih istrinya. Kini ia jadi lebih sering melihat kaca spion tengah.

Lihat selengkapnya