“Kau akan tersiksa di dalam genggamanku, Sancho!”
Soa terperanjat kuat. Lagi-lagi nafasnya terengah-engah setelah mimpi buruk itu kembali memburunya di dalam lelap.
Ekspresi penuh kebencian masih bisa Soa lihat pada wajah Arandra yang datang ke dalam mimpinya.
“Soa?” panggilan lembut itu terdengar di telinga Soa. Ia lihat Kalevi terduduk di tepi ranjang dengan kaki yang sudah menapaki lantai. “Kau mimpi buruk lagi?”
Wanita itu mengangguk lemah. Dalam hati ia sama sekali tak mengerti, kenapa Arandra masih hadir dengan sikap yang begitu buruk di dalam mimpinya. Padahal di dunia nyata mereka tak kehilangan hubungan harmonis.
“Tidurlah di ranjang. Biar aku saja yang di sofa,” saran Kalevi kepada istrinya. Namun Soa hanya menggeleng, ia merasa tak masalah di mana pun ia harus tidur sekarang.
Tiba-tiba saja hanphone Soa berdering. Panggilan yang membuatnya bertanya-tanya untuk apa seseorang meneleponnya di tengah malam begini.
Soa langsung bangkit berjalan santai meraih telepon genggamnya yang berada di atas nakas.
“Ibu?” gumam wanita itu saat mendapati siapa yang sedang berusaha menghubunginya lewat layar ponsel. Sempat ia beradu pandang dengan Kalevi yang juga memasang wajah heran yang sama dengannya.
“Iya, Bu?”
“Soa – Soa!” terdengar di kejauhan sana Karen menangis kesulitan mengatakan sesuatu.
“Ibu, ada apa?!” Soa sudah mulai terpancing panik.
“Kakakmu! Gensi!”
Seolah disambar petir di tengah kedamaian hari. Berita yang dibawa Karen seketika membuat Soa merasa kehilangan kewarasannya. Kalevi yang terkejut melihat reaksi wanita itu turut bangkit dan bertanya apa yang terjadi.
Setelah Soa mengatakan apa yang menimpa Gensi dengan penuh kepanikan, Kalevi berusaha mengendalikan keadaan semampu ia bisa. Ia menenangkan Soa yang kacau hati dan mengajak wanita itu untuk bergegas menuju rumah sakit.
Tak lupa Kalevi mengambilkan dan memakaikan Soa jubah hangat yang menggantung untuk menutupi piamanya dan melindungi diri wanita itu dari dinginnya malam.
“Ayo kita berangkat sekarang!” titah Kalevi sambil gilirannya memakai jubah hangat dengan terburu-buru.
Kalevi memacu cepat mobilnya. Soa yang terlihat kalut hanya bisa membisu dengan tangan bergetar.
“Tenanglah, Soa. Kita akan segera sampai,” ujar Kalevi sejenak menggenggam tangan istrinya yang terasa dingin.