Petaka Grazian

Yulian Juli
Chapter #150

Kunang-kunang | 150

Ia masih tenggelam di dalam ruang kesunyian. Gelap tak membuatnya takut dari ancaman yang mengerikan. Perempuan itu masih terduduk lemah seolah terpasung. Tatapannya sayu, dan wajahnya pucat. Samar-samar masih saja terdengar rintihnya, bahwa ia ingin tetap di tempatnya berada. Sama sekali tak ingin kembali di mana ia anggap orang-orang bisa melukainya.

“Kau harus kuat, Soa!”

Sayup-sayup suara itu terdengar di telinganya.

‘Soa’

Tiba-tiba wanita lemah itu berkutik. Ia mengangkat wajahnya setelah nama miliknya yang sudah lama sekali tidak ia dengar kembali terngiang di telinga. Nama yang hampir saja ia lupa karena tak ada seorang pun yang memanggilnya dengan nama itu lagi.

“Tuan Besar,” ujar lemah Soa. Telinganya berusaha menangkap suara itu lagi. Sayang suara itu sudah tak lagi terdengar dan Soa kembali merasa sendiri.

Namun sesaat kemudian sejauh pandangannya menangkap, gumpalan-gumpalan kecil berwujud cahaya biru seketika muncul. Mereka berayun beterbangan bagaikan kupu-kupu yang indah. Perlahan tetapi pasti cahaya kecil-kecil itu semakin jelas terlihat, terbang mendekat seolah ingin menjamah Soa.

“Kunang-kunang? – kalian?” Soa masih sangat mengingat mereka. Perjumpaan yang dahulu di mana Soa sedang merasa takut karena harus terjebak di ruang gelap. Lewat merekalah ia merasa ditemani, berjalan menemukan pintu yang membawanya pada kenangan masa lalu.

“Kalian ingin menemaniku lagi?”

Para kunang-kunang itu mengelilingi Soa.

“Terima kasih. Aku kesepian di sini.”

Kunang-kunang itu tak berdiam diri begitu saja. Mereka lantas bersatu dan mulai terbang menjauhi Soa.

“Kalian mau ke mana?!” Soa sedikit berteriak karena tak ingin mereka tinggalkan. Ia pun bangkit berdiri, lalu mengikuti ke mana kunang-kunang itu pergi.

Dengan langkah gontai Soa terus mengikuti gerombolan mereka. Sesekali ia bahkan mempercepat langkahnya saking tidak ingin tertinggal. Entah sejauh apa ia berjalan, ia pun tidak tahu karena yang dilihatnya selain terang dari kunang-kunang itu hanyalah gelap.

“Kalian ingin ke –” hampir saja Soa ingin bertanya lagi, namun sebuah pintu di kejauhan telah ia dapati.

“Pintu?” gumam Soa berhenti di tempatnya. Ia bertanya pada kunang-kunang apakah pintu itu akan membawanya lagi kepada masa lalu? Dan kunang-kunang pun kembali melanjutkan terbang semakin mendekati pintu itu. Soa yang sempat kebingungan pada akhirnya tetap mengikuti kunang-kunang menuju.

Disaat Soa telah mendekati pintu. Dorongan di hatinya memuncak untuk membuka benda itu lagi. Pelan-pelan perempuan itu bergerak menyentuh gagangnya. Penasaran masa lalu apa lagi yang akan ia lihat. Mungkinkah itu sebuah jalan untuk keluar dari persoalan?

Lihat selengkapnya