Petaka Grazian

Yulian Juli
Chapter #154

Doa Kalevi | 154

Pohon itu memang berhasil membelalakkan mata Kalevi. Setelah Kalevi berhasil menemukan pohon Cayo ia begitu terkejut melihat kokoh dan tingginya pohon itu secara langsung.

Pohon Cayo lebih besar dari yang ia bayangkan. Jika diperkirakan lewat keahlian Kalevi menghitung, batang pohon itu memiliki diameter sekitar empat sampai lima meter dan tinggi berkisar 35 sampai 40 meter. Cabang berdaun di atasnya bagaikan kerangka payung raksasa. Daun-daunnya juga begitu terlihat subur, bak brokoli yang mampu meneduhkan siapa saja yang ada di bawahnya.

Sekeliling pohon Cayo sudah tertata dengan sangat baik, di mana terdapat rerumputan hijau yang luas untuk orang-orang di bawahnya duduk.

Kalevi sungguh terpana melihatnya. Ia melangkah semakin mendekati pohon itu. Dari atas hingga bawah, bahkan sampai ke atas lagi pandangannya masih saja terpatri di sana.

Dalam hening Kalevi tegak berdiri. Ia terlihat bak kurcaci di bawah tumbuhan raksasa. Kenyamanan berada di bawah pohon itu sungguh menggoda, bahkan rasa tenang yang semula tak Kalevi percaya, ternyata juga turut ia rasa.

Kalevi tenggelam dalam lamunan tiba-tiba. Memutar kembali pembicaraan ia dengan Marshall yang sudah mengakar dalam ingatannya.

“Dia tahu yang terbaik untukku?”

“Ya. Bahkan sejak kau ditakdirkan untuk terlahir ke dunia ini. Ia lebih tahu, lebih dari kau mengenal dirimu sendiri.”

“Marshall. Jika Dia tahu yang terbaik untukku, lantas kenapa aku terlahir di tengah keluarga yang penuh ambisi dan keserakahan. Sangat masuk akal jika aku berkata itu bukan keputusan yang terbaik.”

“Dari pertanyaanmu, sepertinya... kau merasa dirimu adalah korban.”

“Ya. Aku korban di sini.”

“Hahaha... lalu bagaimana si korban ini? Kini ia sudah cukup lama menjadi orang dewasa dan pandai memilih. Apakah dia melakukan cara yang lebih baik dari keluarganya dalam menghadapi persoalan yang sama? Atau selama ini... ternyata dia sama saja. Hanya bisa mengkritik, merasa sok suci, dan diam-diam mengambil keuntungan di dalamnya?”

Kalevi ingat betul, bagaimana sesak perasaannya saat Marshall berani berkata begitu. Semula ia merasa jengkel karena egonya tersentil. Namun entah mengapa perkataan itu juga jadi membuatnya bertanya-tanya, apakah ia sudah betul-betul menjadi korban? Atau jangan-jangan ia juga pelaku?

“Percayalah Kalevi. Dia tidak akan mungkin salah memilih dari keluarga mana kau dilahirkan. Itu semua hanya sebuah titik awalmu sebelum kau mengarungi luasnya kehidupan. Pasti kau akan banyak menemukan pelajaran di dalamnya, sebelum kau melangkah ke luar dunia kecilmu.”

“Bagaimana jika ternyata selama ini aku hanya merasa suci?”

“Kalau begitu aku bertanya balik padamu. Apa yang akan kau cari, jika kau melihat sebuah ruangan yang gelap?”

Lihat selengkapnya